BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pangan
merupakan kebutuhan dasar yang pemenuhannya menjadi dasar hak asasi rakyat
Indonesia untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk
melaksanakan pembangunan nasional.
terjadinya kondisi kelebihan dan kekurangan zat gizi dapat menyebabkan
turunnya kualitas, adapun sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber
daya yang memiliki hidup yang sehat dan produktif. Sumber daya manusia yang
berkualitas dapat di peroleh dengan
memenuhi kebutuhan zat gizi yang di perluakan oleh tubuh, hal ini dapat
diperoleh dengan memenuhi kebutuhan zat gizi yang cukup dan seimbang. Salah
satu parameter yang digunakan dalam meniali tingkat keseimbangan pangan adalah Pola Pangan
Harapan (PPH) yaitu komposisi dari kelompok pangan untuk yang sesuai dengan daya terima yang
sehingga bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi
lainnya (FAO-RAPA 1989 dalam Hardinsyah er al. 2012).
Penilaian kualitas konsumsi pangan dihasilkan
melalui perhitungan skor Pola Pangan Harapan (PPH) selama ini hanya di gunakan
untuk rumah tangga dan daerah dengan menggunakan data ketersediaan pangan NBM
dan konsumsi rumah tangga Susenas (BPS), dan perhitungan ini belum dilakukan
pada individu. Peritungan kecukupan setiap zat gizi selama ini digunakan untuk
penilaian konsumsi gizi individu, hal
ini lebih rumit karena perlu mengitung masing-masing zat gizi dan tidak dapat
terinterpretasikan berupa satu indeks atau skor. Hal ini bertujuan untuk
menilia mutu oangan dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada Dewasa usia
19-49 tahun di Indonesia. Sehingga
diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi bagi semua dalam
memperhatikan pola konsumsi pangan dan asupan zat gizi yang seimbang dalam
pemenuhan kecukupan gizi.
1.2.Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan skor pola pangan harapan
2. Sebutkan
Kegunaan Pola Pangan Harapan
3. Sebutkan Langkah-langkah perhitungan
skor Pola Pangan Harapan
4. Sebutkan
faktor faktor yang berhubungan dengan pola pangan harapan
5. Sebutkan
kelompok bahan dalam pola pangan harapan
1.3.Tujuan
1. Dapat
menjelaskan tentang skor pola pangan harapan
2. Dapat
mengetahui kegunaan dan tujuan Pola
Pangan Harapan
3. Dapat mengetahui langkah-langkah perhitungan skor Pola Pangan
Harapan
4. Dapat
mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan pola pangan harapan
5. Dapat
mengatahui kelompok bahan dalam pola pangan harapan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pola Pangan
Harapan
Pola
Pangan Harapan (Desirable Dietary Pattern) adalah susunan beragam pangan
yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara
absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan
(Yayuk Farida Baliwati, 2004:75). Pola pangan harapan (PPH) adalah komposisi
atau susunan pangan atau kelompok pangan yang didasarkan pada kontribus
energinya baik mutlak maupun relative yang memenuhi kebutuhan gizi secara
kuantitas, maupun keragamannya dengan mempertimbangkan aspek social, ekonomi,
budaya, agama dan cita rasa.
-
Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman
-
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah
pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu
-
Pola konsumsi pangan adalah susuan makan
yang mencakup jenis dan jumlah bahan makan rata-rata perorang/hari yang umum
dikonsumsi penduduk dalam jangka waktu tertentu.
-
Pengembangan pola konsumsi pangan adalah
perubahan susunan makan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makan yang umum
dikonsumsi penduduk dalam jangka waktu tertentu sehingga sesuai dengan norma
mutu dan keragaman pangan yakni pola pangan harapan (PPH)
2.2. Tujuan dan Kegunaan PPH
1.
Tujuan Pola Pangan Harapan (PPH) pertama kali
diperkenalkan oleh FAO-RAPA pada tahun 1988, yang kemudian dikembangkan oleh
departemen pertanian republic Indonesia melalui tahap workshop yang
diselenggarakan Departemen Pertanian bekerja sama dengan FAO. Tujuan utama
penyusunan PPH adalah untuk membuat suatu rasionalisasi pola konsumsi pangan
yang dianjurkan, yang terdiri dari kombinasi aneka ragam pangan untuk memenuhi
kebutuhan gizi dan sesuai cita rasa. Untuk pertama kali, PPH untuk kawasan Asia
Pasifik dikembangkan berdasarkan data pola pangan (pola ketersediaan pangan)
dari neraca bahan pangan karena bahan inilah yang mudah tersedia dan tersedia
secara berkala setiap tahun. Sementara data konsumsi pangan dari berbagai
negara di kawasan Asia Pasifik tidak tersedia secara terbuka. Pola Pangan
Harapan (PPH) adalah untuk menghasilkan suatu komposisi normal atau (standart)
pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduk sekaligus juga
mempertimbangkan keseimbangan gizi (Nutricional Balance) didukung
oleh cita rasa (Porlability), daya cerna (digestability), daya
terima masyarakat (Acceptability), kualitas dan kemampuan daya beli (Affeadebility).
2.
Kegunaan Pola Pangan Harapan PPH adalah
sebagai berikut :
-
sebagai instrumen menilai ketersediaan
dan konsumsi pangan berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan
-
disamping itu juga berguna sebagai basis
untuk perhitungan skor pola pangan harapan (PPH) yang digunakan sebagai
indikator mutu gizi pangan dan keragaman konsumsi pangan baik pada tingkat
ketersediaan maupun tingkat konsumsi
-
untuk perencanaan konsumsi dan
ketersediaan pangan
a.
Langkah-langkah perhitungan skor PPH
dilakukan dengan:
1. Menghitung
jumlah energi masing-masing kelompok bahan makanan dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan.
2. Menghitung
prosentase energi masing-masing kelompok bahan makanan tersebut terhadap total
energi (kalori) per hari dengan rumus
Energi Kelompok
Masing-Masing
Bahan Makan
Jumlah Total Energi
|
3. Menghitung
skor PPH tiap kelompok bahan makanan dengan rumus: Skor PPH kelompok bahan
makanan = % terhadap energi x bobot
4. Menjumlahkan skor PPH semua kelompok bahan
makanan sehingga diperoleh skor PPH. Bobot untuk masing-masing kelompok bahan
Makanan
b.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pola Pangan Harapan
1. Besar
Anggota Keluarga
Keluarga Merupakn satuan kecil dari
masyarakat. Kebiasaan makan sesorang sangat dipengahuri oleh latar belajang
keluarga. Pemeritah berusah meningkatkan status gizi masyarakat dengan
meningkatkan status gizi keluarga. Upaya yang dilakukan melalui program UPGK
(Usaha Perbaikan Gizi Keluarga) yang dimulai sejak tahun 1963. Hubungan antara
laju kalahiran yang tingga dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing
keluarga. Sumber pangan keluarga yang sangat miski akan lebih mudah memenuhi
kebutuhan makannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang
tersedia untuk satu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya
setengah dari keluarga , tetapi tidak cukup mencegah gangguan gizi pada
kelaurga besar tersebut, (Suhardjo, 1986:28). Pada keluarga miskin anak-anak
yang tumbuh paling rawan terhadap kurang gizi dianatar seluruh anggoota
keluarga dan anak paling kecil biasanya paling terpengaruh oelh kekurangan
pangan. Dengan kelompok rawan gizi
adalah anak-anak, wanita hamil atau wanita menyusui. Oleh karena itu semua
program masyarakat perlu menekankan pentingnya keluarga berenca dalam
pembatasan penduduk, sehingga dapat
menekan cukup pangan guan menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan kesehatan keluarga. Bila keluarga berencana (KB) terwujud maka
ketersediaan konsumsi pangan akan terpenuhi sehingga status gizi akan lebih baik sehingga dapat ditujukkan untuk
meningkatkan skor PPH (Suhardjo, 1986:28
2.
Pengetahuan
Gizi
Definisi Pengetahuan merupakan hasil
tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.
Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga
(Soekidjo Notoatmodjo, 2003:128). Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari
pengalaman langsung maupun pengalaman orang lain. Faktafakta kemudian disusun
dan disimpulkan menjadi berbagai teori sesuai dengan fakta yang dikumpulkan
tersebut. Teori-teori tersebut kemudian digunakan untuk memahami gejala-gejala
alam dan kemasyarakatan yang lain (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:128).
-
Tahu (know), Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap
suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah.
-
Memahami (comprehension), memahami
diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasi materi trsebut secara benar.
-
Aplikasi (application), aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disisni dapat diartikan aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
-
Analisis (analysis), analisis
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponenkomponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
3. Tingkat
Pendidikan
Untuk
masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, Pertimbangan
kebutuhan fisiologik lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan
psikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara kebutuhan psikis dan
kebutuhan fisiologis tubuh, sehingga terdapat komposisi hidangan yang memenuhi
kebutuhan kepuasan psikis maupun kebutuhan fisiologis tubuh. Maka hidangan akan
mempunyai sifat lezat disamping memiliki nilai gizi yang tinggi (Achmad Djaeni
S, 2000:3).
4. Tingkat
Pendapatan
Keadaan ekonomi keluarga relatif mudah
diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, bila kebutuhan-kebutuhan akan
gizi tidak terpenuhi maka akan menimbulkan masalah-masalah gizi (Yayuk Farida
Baliwati, 2004:70). Masalah gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor yangsaling
berpengaruh secara komplek.
5. Pengeluaran
pangan rumah tangga
Pengeluaran pangan rumah tangga
merupakan salah satu indikator ketahanan pangan rumah tangga. Pengeluaran total
rumah tangga juga dapat dipandang sebagai pendekatan pendapatan rumah tangga,
oleh karena itu pemahaman pola pengeluaran (pangan dan non pangan) dapat
dijadikan salah satu indikator ketahanan rumah tangga (Suhardjo, 1996:77).
6. Pantangan
makan
Setiap masyarakat mengembangkan cara
yang turun temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan,
dan makan makanan. Adat dan tradisi merupakan dasar dari perilaku tersebut,
yang biasanya sekurang-kurangnya dalam beberapa hal berbeda diantara kelompok
satu dengan kelompok lain. Dengan demikian walaupun kelaparan dapat ditentukan
secara biologis, pada umumnya kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas
keperluan fisik akan zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebiasaan ini
berasal dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan pada
seluruh anggota keluarga.
c. Bahan Pola Pangan Harapan
Data konsumsi pangan dikelompokkan
sesuai dengan pengelompokkan yang ada didalam Pola Pangan Harapan.
Pengelompokkan tersebut disederhanakan menjadi 9 kelompok bahan pangan yaitu
kelompok :
1
|
Padi
|
:
|
Beras, jagung, terigu
|
2.
|
Umbi-umbian
|
:
|
Ubi kayu, ubi jalar, kentang,
talas, sagu dan umbi lainnya
|
3.
|
Pangan Hewani
|
:
|
Daging, telur, susu dan ikan
|
4.
|
Minyak dan lemak
|
:
|
Minyak kelapa, minyak lainnya
|
5.
|
Buah biji berminyak
|
:
|
Kelapa, kemiri, jambu mete
dan coklat
|
6.
|
Kacang-kacangan
|
:
|
Kedelai, kacang tanah, kacang
hijau, kacang merah dan kacang lainnya
|
7.
|
Gula
|
:
|
Gula pasir dan gula merah
|
8.
|
Sayur dan Buah
|
:
|
Semua jenis sayuran dan
buah-buahan
|
9.
|
Lain-lain
|
:
|
Bumbu-bumbuan, makanan dan
minuman yang mengandung alkohol, teh, kopi, sirup, dll.
|
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pola
pangan harapan (PPH) adalah komposisi atau susunan pangan atau kelompok pangan
yang didasarkan pada kontribus energinya. Penilaian kualitas konsumsi pangan
dihasilkan melalui perhitungan skor Pola Pangan Harapan (PPH) selama ini hanya
di gunakan untuk rumah tangga dan daerah dengan menggunakan data ketersediaan
pangan NBM dan konsumsi rumah tangga Susenas (BPS), dan perhitungan ini belum
dilakukan pada individu. Hal ini bertujuan untuk menilia mutu pangan dan skor
Pola Pangan Harapan (PPH) pada Dewasa usia 19-49 tahun di Indonesia. Sehingga
diharapkan dapat memberikan informasi dan evaluasi bagi semua dalam
memperhatikan pola konsumsi pangan dan asupan zat gizi yang seimbang dalam
pemenuhan kecukupan gizi. Tujuan Pola Pangan Harapan (PPH) adalah untuk
menghasilkan suatu komposisi normal atau (standart) pangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi penduduk sekaligus juga mempertimbangkan keseimbangan
gizi (Nutricional Balance) didukung oleh cita rasa (Porlability),
daya cerna (digestability), daya terima masyarakat (Acceptability),
kualitas dan kemampuan daya beli (Affeadebility). Kegunaan Pola Pangan
Harapan (PPH) adalah sebagai instrumen menilai ketersediaan dan konsumsi pangan
berupa jumlah dan komposisi pangan menurut jenis pangan, berguna sebagai basis
untuk perhitungan skor pola pangan harapan (PPH) yang digunakan sebagai
indikator mutu gizi pangan dan keragaman konsumsi pangan baik pada tingkat
ketersediaan maupun tingkat konsumsi untuk perencanaan konsumsi dan
ketersediaan pangan.
3.2. Saran
Sebaiknya kita harus selalu mengonsumsi
bahan pangan yang baik dan sehat sehingga status kesehatan dapat meningkat dan
keberlangsungan hidup bisa terjamin. Dengan adanya Pola Pangan dan Harapan
pemerintah harus terus meningkatkan ketersediaan pangan sehingga peningkatan
status kesehatan di masyarakata akan meningakat dan menjadi semakin baik serat
masyarakat harus terus membantu dan menopang program-program yang telah dibuat
oleh pemerintah untuk peningkatan Pola Pangan Harapan yang lebih baik.
DAFTAR
PUSAKA
http://repository.unand.ac.id/5439/1/IMG.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar