Rabu, 23 November 2016

Penerapam Teknologi "Fortifikasi"

Mata Kuliah : WAWASAN IPTEK
Tim Dosen : 1.dr. Joy A.M. Rattu, MS, PhD, AIFO
  2.dr. Budi T.Ratag, MPH
3.Harvani B. Boky, SKM, M.Kes
4.Rutler Masalamater, SKM, M.Kes
5. Hesky S.Kolibu, S.Pd, ST, MT
 
 
ANALISI KASUS DAN DAMPAK PENERAPAN TEKNOLOGI TERHADAP PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT

KELOMPOK 4, SEMESTER 05 GIZI
JELITA ANSAR 13111101188
ATIKA S. LABERU 12151111153 NABILA HALIK 14111101028
TREYS  I. AMPOW 14111101080
ENJELIA S.ARING 14111101135
PINGKAN SARUNDAJANG 14111101210
APILENA KOCU 14111101245
OLFRENA MONOARFA 14111101189
FRELISIA MOTO 14111101307
VINA MARIANA BATI 14111101376
MELLISA C.PANAMBUNAN 14111101412

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2016


KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas cita dan kasihnya  kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu dengan judul analisi kasus dan dampak penerapan teknologi terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua, Namun kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan yang kami miliki. Kami berharap agar saudara-saudari sekalian berkenan untuk memberikan saran dan kritikan demi kesempuaan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu perstu.

Penulis
Kelompok 4













DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
I

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………
Ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………
1. LATAR BELAKANG ……………………………………………………….
2. TUJUAN ……………………………………………………………………..
1
1
1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….
1. KASUS ………………………………………………………………………
2. ANALISIS …………………………………………………………………...
3.PRORAM FORTIVIKASI ……………………………………………………
2
2
4
5

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………
1. KESIMPULAN ……………………………………………………………..
8
8

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….
9















BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kekurangan zat gizi mikro harus diatasi salah satunya adalah teknologi pangan dalam memperkaya kandungan gizi salah satunya teknologi fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan (pangan yang lazim dikonsumsi) dengan zat gizimikro adalah salah satu strategi utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan status mikronutrien pangan. Fortifikasi harus dipandang sebagai upaya (bagian dari upaya) untuk memperbaiki kualitas pangan selain dari perbaikan praktek-praktek pertanian yang baik (good agricultural practices), perbaikan pengolahan dan penyimpangan pangan (good manufacturing practices), dan memperbaiki pendidikan konsumen untuk mengadopsi praktek-praktek penyediaan pangan yang baik.
Fortifikasi pangan adalah penambahan satan atan lebih zat gizi  (nutrien) kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui kasus yang berkaitan dengan penerapan teknologi.
1.2.2 Untuk mengetahui penerapan teknologi khususnya dalam bidang pangan terhadap kasus  “Meningkatkan Mutu Gizi Raskin”


Kasus

Meningkatkan Mutu Gizi Raskin

REPUBLIKA.CO.ID, Yang baik harus dipertahankan, yang belum bagus selayaknya diperbaiki agar semakin sempurna. Berikut pesan untuk menyikapi kabar akan dihapuskannya program beras untuk warga miskin (raskin). Tak ingin program ini dihapus, sejumlah akademisi angkat bicara. Pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Pasundan (Unpas) Bandung, berharap program beras untuk rakyat miskin (Raskin) tetap dipertahankan, lantaran banyaknya manfaat bagi masyarakat miskin. Namun, perlu pembenahan agar raskin kian memberi nilai tambah dan tepat sasaran. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan kadar gizi beras raskin. Wakil Rektor IPB Bogor, Prof Hermanto Siregar, menegaskan program Raskin harus kembali masuk dalam program pemerintahan mendatang. "Pemerintah harus sediakan fasilitas seperti itu, seperti sekolah gratis, kesehatan gratis, beras disubsidi," katanya di Jakarta, Senin (2/6). Namun, menurut Hermanto, kualitas Raskin harus ditingkatkan untuk memberi nilai gizi bagi rakyat miskin. Rakyat miskin itu karena kemiskinannya sehingga gizinya tidak bagus, misalnya kekurangan zat besi, yodium, vitamin A. "Karena itu, kualitas Raskin perlu ditingkatkan, misalnya dengan fortifikasi untuk mengatasi zat-zat gizi yang kurang itu," tuturnya.
Penambahan kadar gizi dan vitamin dalam raskin sangat positif, karena rakyat miskin tidak bisa memenuhi kebutuhannya itu, sehingga kerap terserang penyakit akibat kekurangan zat itu. Kalau disuruh beli beras yang harganya mahal, mereka tidak mampu. Sehingga Raskin ini disubsidi untuk membantu rakyat miskin, dan kualitas beras dapat ditingkatkan dengan fortifikasi. "Jadi saya kira ini suatu yang bagus dan perlu dikembangkan," ujarnya. IPB, kata dia, juga mempunyai terobosan tersendiri untuk membantu pemerintah guna mengatasi kelangkaan beras di negeri ini, yakni pembuatan beras analog yakni beras yang dihasilkan dari berbagai umbi-umbian yang ada di seluruh penjuru Indonesia. "Produksi padi semakin turun, maka perlu dikembangkan beras analog dari umbi-umbuan yang diolah, kemudian bentuk dan rasanya dibuat seperti beras. Saat diolah, di situ fortifikasi dilakukan," ujarnya.
Diversifikasi pangan merupakan upaya mengembalikan makanan pokok rakyat Indonesia ke makanan pokok sebelumnya. Seperti warga Papua yang makanan pokoknya umbi-umbian dan warga Madura yang mensubtitusi makanannya dengan jagung, demi mengurangi ketergantungan terhadap beras. Konsumsi beras per kapita Indonesia masih sangat tinggi, kira-kira 130 kilogram (kg) per kapita per tahun. "Itu harus bisa kita potong, paling tidak bisa 80 kg per kapita per tahun," ujarnya. Caranya, tambah Hermanto, bisa secara bertahap, yakni melalui diversifikasi pangan. Misalnya terlebih dulu membuat produk-produk yang mirip beras dari bahan baku yang banyak di Indonesia, sehingga ke depan nama programnya tidak hanya raskin, tapi pangan untuk orang (pangkin). Nantinya, perlu dikembangkan bahan pokok masing-masing daerah. Dalam UU Pangan ada satu pasal untuk mengembangkan otoritas pangan bagi pusat maupun daerah. Di daerah perlu dikembalikan pada pangan pokok yang ada di sana. Misalnya jagung, pisang, ubi. "Itu yang harus digalakan lagi, sehingga kita tidak tergantung lagi dengan beras," tandasnya. Ahli Teknologi Pangan, Prof Dr Wisnu Cahyadi mengatakan, pihaknya telah melakukan penelitian fortifikasi Raskin untuk meningkatkan kualitas dan kandungan gizi serta zat lain dalam Raskin.
"Fortifikasi itu penambahan kimia lain yang diizinkan, atau penambahan zat gizi mikro, kaya iodine (yodium), vitamin A, zat besi ke dalam bahan pangan di antaranya raskin," kata Wisnu. Bahan-bahan tersebut disemprotkan ke dalam beras sesuai formula yang telah ditentukan dan telah mempunyai hak paten. Unsur-unsur zat yang disemprotkan itu, antara lainFe (ferrum) atau zat besi, vitamin A, yodium, sehingga menambah kadar gizi dan protein dalam beras raskin. Menurutnya, hasil penelitian yang sudah memasuki tahun ketiga ini, sudah diuji cobakan dalam beras raskin di wilayah Jawa Barat. Wisnu berharap tahun ini bisa diimplementasikan di industri beras nasional. Wisnu menuturkan, penelitiannya terdorong karena banyaknya warga miskin yang kekurangan tiga zat yang disebut di atas, sehingga berdasarkan penelitian, mayoritas masyarakat miskin mengalami penyakit akibat kekurangan zat itu, seperti gondok. Setelah beras diolah dengan sentuhan fortifikasi, kata Wisnu yang menjabat selaku Asisten Direktur II Fakultas Pascasarjana Unpas (Bandung), beras Raskin hasilnya sangat bagus dan tidak merubah tampilan dan rasa beras, namun mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi. Tidak ada efek samping bagi tubuh, tapi justru semua bahan-bahannya bermanfaat. "Ini kan ada bahan konsentrat proteinnya, karbohidrat, gizinya, yodium, kan dibutuhkan untuk mencegah gondok vitamin A untuk mata, vitamin E untuk darah (anemia). Nah ini semua menggunakan bahan-bahan yang berguna bagi kesehatan," tandasnya.
Analisis
Fotifikasi adalah sebuah upayah yang dilakukan untuk menambah mikronutrien yang penting, seperti vitamin dan mineral  kedalam makanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan resiko minimal untuk kesehatan (WHO, 2006).
Fortifikasi pangan digunakna untuk mengatasi masalah gizi mikro pada jangka menengah dan panjang. Tujuan umum adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi. Penerapan teknologi dalam kasus ini dalam meningkatkan kualitas raskin untuk memberi nilai gizi bagi masyarakat miskin dalam hal ini masyarakat yang kekuarangan zat besi, yodium, vitamin A. Oleh karena itu dengan teknologi pengolahan pangan yaitu fortifikasi atau penambahan kadar gizi dan vitamin pada produk makanan dalam hal ini pada raskin. Masyarakat miskin tidak bisa memenuhi kebutuhannya sehingga kerap terserang penyakit. Dan juga teknologi pengolahan pangan yaitu pembuatan beras analog yakni beras yang dihasilkan dari berbagai umbi-umbian dan juga dalam pengolahan tersebut dilakukan juga fortifikasi.  Fortifikasi adalah penambahan zat gizi mikro kaya yodium, vitamin A, zat besi kedalam bahan makanan dalam hal ini raskin, bahan tersebut di semprotkan kedalam beras sesuai formula yang telah di tentukan. Unsur-unsur zat yang disemprotkan antara lain Fe atau zat besi, vitamin A, yodium, sehingga menambah kadar gizi dalam beras raskin. Teknologi pengolahan ini dilakukan untuk mencegah gondok,vitamin A untuk mata, mencegah anemia.
Peran industri dalam program fortifikasi:  Industri pangan/ makanan memegang peranan kunci dalam setiap program fortifikasi di setiap negara Kekurangan zat gizimikro adalah problem kesehatan masyarakat. Beberapa aspek program fortifikasi pangan, bagaimanapun, seperti penentuan prevalensi kekurangan, pemilihan intervensi yang tepat, penghitungan taraf asupan makanan (zat gizi), konsumsi pangan pembawa sehari-hari dan fortifikan yang akan ditambahkan, dan juga teknologinya (pengembangan teknologi), harus dievaluasi oleh otoritas ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat dan pertanian, dan yang lainnya. Pelaksanaan fortifikasi pangan, bagaimanapun, harus dijalankan oleh industri pangan/makanan. Akan tetapi, dalam banyak kasus departemen kesehtan sering tidak dapat atau mau mengendalikan dan memotivasi industri. Umumnya pemerintah tidak melakukan sendiri fortifikasi pangan. Hal ini adalah tugas/tanggungjawab dari perusahaan pengolahan makanan. Pegawai pemerintah harus bertindak sebagai penasehat, konsultan, koordinator, dan supervisor yang memungkinkan industri pangan/makanan melaksanakan fortifikasi pangan secara efektif dan menguntungkan. lndustri pangan/makanan juga dapat memainkan peranan yang nyata dalam strategi fortifikasi jangka panjang melalui penyediaan tenik preservation yang dikembangkan dan melalui peningkatan (promosi) pangan yang kaya zat gizimikro yang tersedia secara lokal atau sebagai fortifikan.
Program Fortivikasi
Memberikan ketersediaan beras bagi masyarakat
Upayah untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan akibat kekurangan  zat gizi makro masyarakat : Kekurangan Iodium
Merupakan program perbaikan gizi masyarakat
Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan).
Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siqnifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan.
Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misalnya :pada beras
Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega


















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Penambahan kadar gizi dan vitamin dalam raskin sangat positif, karena rakyat miskin tidak bisa memenuhi kebutuhannya itu, sehingga kerap terserang penyakit akibat kekurangan zat itu. Kalau disuruh beli beras yang harganya mahal, mereka tidak mampu. Sehingga Raskin ini disubsidi untuk membantu rakyat miskin. Fotifikasi adalah sebuah upayah yang dilakukan untuk menambah mikronutrien yang penting, seperti vitamin dan mineral  kedalam makanan, sehingga dapat meningkatkan kualitas nutrisi dari pasokan makanan dan bermanfaat bagi kesehatan masyarakat dengan resiko minimal untuk kesehatan. Oleh karena itu dengan teknologi pengolahan pangan yaitu fortifikasi atau penambahan kadar gizi dan vitamin pada produk makanan dalam hal ini pada raskin. Masyarakat miskin tidak bisa memenuhi kebutuhannya sehingga kerap terserang penyakit.





DAFTAR PUSTAKA

http://www.republika.co.id/berita/koran/industri/14/06/02/n6jtmv-meningkatkan-mutu-gizi-raskin

WHO. 2006. Fortifikasi. (Online) http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20315564-T31891-Fortifikasi%20dan%20ketersediaan.pdf

Peran Pemerintah. (online) epository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3762/1/fkm-albiner5.pdf

Fortivikasi Pangan.(Online)https://seafast.ipb.ac.id/lectures/MPTP2011/fortifikasi_pangan.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar