Rabu, 23 November 2016

Menentukan Status Gizi

 

Public Health Home » Menentukan Status Gizi

posted on 12/08/2016 by KESMAS

Menentukan Status Gizi

Filed under GIZI MASYARAKAT

1

Status Gizi, Menentukan Keadaan Gizi dengan Penilaian Status Gizi

Status gizi adalah Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.Terdapat beberapa jenis teknik penilaian status gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung terbagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

Antropometri : Antropometri dapat berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan antropometri antara lain dengan penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif.Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Klinis : Teknik penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara klini. Pemeriksaan secra klinis penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit.

Biokimia : Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, jaringan otot, hati.

Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

Biofisik : Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini secara umum digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Survei Konsumsi Makanan : Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

Statistik Vital : Pengukuran status gizi dengan statistik vital dilakukan dengan menganalisis statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Teknik ini digunakan antra lain dengan mempertimbangkan berbagai macam indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

Faktor Ekologi : Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain – lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Bahaya Anemia Bagi Balita

 

Public Health Home » Bahaya Anemia Bagi Balita

posted on 10/11/2016 by KESMAS

Bahaya Anemia Bagi Balita

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Pengertian dan Bahaya Anemia Zat Besi Bagi Balita

Anemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok tertentu didasarkan atas umur dan jenis kelamin. Kadar haemoglobin pada Balita sebesar 11 gram %. Terdapat tiga tingkatan defisiensi besi, yaitu  (Gibson, 1990)  :Hilangnya Zat Besi (Iron Depletion). Pada tahap ini ditandai dengan pengurangan jumlah cadangan zat besi dalam hati. Tahap ini tingkat transport besi dan hemoglobin normal, tetapi hilangnya cadangan besi ditandai dengan turunnya konsentrasi serum feritin

Defisiensi Erythropoiesis besi (Iron-deficienterythropoesis): Pada tahap ini ditandai dengan habisnya seluruh cadangan besi. Akibatnya besi plasma yang mensuplai sel erytropoiesis menurun secara drastis, dan terjadi peningkatan transferin saturasi. Sebaliknya konsentrasi erytrosit protoporphyrin meningkat. Erytrosit protoporphyrin merupakan precursor dari hemee yang terakumulasi dalam sel darah merah ketika suplai zat besi tidak cukup untuk mensintesa hemee. Kadar hemoglobin sedikit menurun, tetapi umumnya masih pada keadaan normal selama erythropoisis berlangsung.

Anemia defisiensi besi (Iron-deficient anemia) Pada tahap akhir dari defisiensi besi disebabkan habisnya seluruh cadangan besi dan menurunnya sirkulasi besi yang ditandai dengan adanya mikrositik, hypo anemia. Tanda umum pada tahap ini adalah menurunnya hemoglobin dalam sel darah merah.

Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut Anemia kekurangan besi atau anemia gizi besi Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat disebabkan : kurangnya konsumsi makanan kaya besi, terutama yang berasal dari sumber hewani, kekurangan zat besi karena kebutuhan yang meningkat seperti pada kehamilan, masa tumbuh kembang dan pada penyakit infeksi (malaria dan penyakit kronis lainnya misalnya TBC), kehilangan zat besi yang antara lain karena infeksi cacing, tidak seimbangnya antara kebutuhan tubuh akan zat besi dibandingkan dengan penyerapan dari makanan.

Anemia defisiensi zat besi pada balita menyebabkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan sehingga tidak dapat mencapai tinggi yang optimal dan anak menjadi kurang cerdas juga mudah terkena penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Efek atau akibat dari anemia pada balita adalah penurunan perilaku dan kognitif seperti rentan terhadap penyakit, cengeng, gangguan perkembangan motorik

Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

 

Public Health Home » Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

by KESMAS

Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

Filed under PUBLIC HEALTH

2

Cara Penularaan dan Pentingnya Imunisasi Hepatitis B Untuk Anak Anda

Virus hepatitis B ditemukan di dalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani. Bayi-bayi yang ibunya mempunyai hepatitis B mempunyai resiko yang tinggi untuk tertular penyakit tersebut pada saat dilahirkan.

Hepatitis B adalah penyakit yang serius yang dapat dijangkit seumur hidup. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang mempengaruhi hati. Bayi-bayi yang terjangkit penyakit ini mungkin hanya mempunyai gejala-gejala yang ringan, atau tidak mempunyai gejala sama sekali. Tetapi, banyak dari bayi-bayi ini yang terus menyimpan virus tersebut di dalam aliran darah mereka selama bertahun-tahun dan bisa menularkannya kepada orang lain. Sebanyak 25% dari penyebaran kuman hepatitis B bisa terkena kanker hati atau kerusakan pada hati di kemudian hari.

Sebagian besar orang yang terinfeksi virus hepatitis B tidak memperlihatkan gejala yang jelas. Menurut penelitian, satu diantara 10 penderita Virus Hepatitis B menjadi karier/pembawa  dan berpotensi  menularkannnya kepada orang lain. Sedangkan satu diantara penderita karier ini akan berkembang menjadi penyakit hepar yang serius, seperti sirosis dan karsinoma hepatoselular.

Hepatitis B dapat menular dengan beberapa cara berikut :

Dari ibu kepada bayinya pada proses persalinan. Hal ini pada umumnya terjadi ketika bayi terpapar oleh darah ibu, cairan amnion dan vagina. Usaha penting untuk mencegah hal ini dengan dilakukan imunisasi, beberapa saat setelah kelahiran.Melalui suntikan yang tidak aman dan transfusi darah.Dari anak-ke anakHubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terinfeksi.

Hasil penelitian menyebutkan, bahwa penularan dan infeksi virus hepatitis B paling serius dan efektif terjadi pada saat proses perinatal. Bayi yang terinfeksi selama proses kelahiran mempunyai 90% beresiko menjadi karier. Keadaan  ini tentunya akan meningkatkan resiko bayi tersebut untuk menderita penyakit hepar kronis, yang akan menyebabkan kematian premature. Walaupun demikian, imunisasi yang adekuat telah dapat mencegah berkembangnya status karier ini pada lebih dari 95% kasus, sehingga Depkes merekomendasikan bahwa setiap wanita hamil harus mendapatkan skrining antenatal untuk Virus Hepatitis B.

Pada wilayah endemik tinggi, resiko tertular hepatitis  B sebesar 60%, dengan sebagian besar infeksi terjadi pada saat kelahiran atau selama masa-masa awal pertumbuhan. Karena hampir semua infeksi hepatitis B yang terjadi pada masa kanak-kanak adalah asimtomatis, maka sulit  untuk mengenali kapan terjadinya penyakit akut sehingga  angka kejadian penyakit hati kronis dan kanker hati semakin tinggi.

Faktor determinan utama penyebaran perinatal hepatitis B adalah jika ditemukannya HBeAg pada wanita¬ wanita hamil. Ibu dengan HBsAg dan HBeAg positif, maka 70-90% bayinya akan terinfeksi jika tidak diberikan imunisasi pencegahan. Bayi yang baru lahir dengan negative HBeAg dari ibu yang positif HBsAg, mempunyai resiko terinfeksi sebesar 5-20% pada saat kelahiran, sedangkan bayi yang terlahir dari ibu yang positif HBsAg tetapi tidak terinfeksi saat kelahiran maka resiko penularannya akan meningkat pada masa-masa awal pertumbuhan dikarenakan adanya kontak didalam rumah dengan anggota keluarga lain yang sudah terinfeksi.

Epidemiologi Leptospirosis

 

Public Health Home » Epidemiologi Leptospirosis

posted on 13/11/2016 by KESMAS

Epidemiologi Leptospirosis

Filed under PUBLIC HEALTH

0

Epidemiologi dan Etiologi Leptospirosis

Secara definisi, leptospirosis atau dengan beberapa nama lain seperti hemorrhagic jaundice, mud fever, weil fever, swineherd disease atau canicola fever, merupakan salah satu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral dari genus Leptospira. Leptospirosis dapat menular secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia dan bersifat anthropozoonosis. Manusia dalam hal ini merupakan terminal atau dead end infeksi (Widarso et al., 2008).

Menurut perkiraan WHO (2011), setiap tahun terjadi lebih dari 500.000 kasus leptospirosis di seluruh dunia, dengan Case Fatality Rate (CFR) < 5% s/d 30%. Penduduk dengan risiko terbesar tertular leptospirosis adalah masyarakat yang tinggal di daerah kumuh perkotaan serta buruh tani dan peternak di daerah pedesaan. Secara signifikan, kejadian leptospirosis juga lebih sering terjadi pada daerah beriklim tropis dibandingkan daerah dengan iklim sedang. Leptospirosis ini juga bersifat musiman dengan puncak kasus terjadi pada musim hujan.

Ternak dan binatang liar dapat menjadi reservoir atau sumber penularan leptospirosis seperti tikus, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung dan insektivora seperti kelelawar, landak dan tupai. Sedangkan rubah dapat menjadi karier (Widarso et al., 2008).

Masih menurut WHO (2011), secara epidemiologi, leptospirosis tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi tertinggi menyerang petani dan masyarakat kumuh perkotaan. Kejadian leptospirosis berhubungan dengan faktor sosiokultural, pekerjaan dan lingkungan. Dampak terbesar terjadi pada daerah dengan sumber daya manusia yang rendah dengan iklim tropis dan sub tropis. Faktor risiko penyakit ini lebih tinggi pada daerah pedesaan karena karakteristik masyarakat bertani dan berternak dengan populasi ternak padat.

Di Indonesia, leptospirosis walaupun menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius tetapi masih kurang mendapat perhatian. Berdasarkan pengujian serologis, kemungkinan besar kasus disebabkan karena paparan reservoir hewan domestik seperti kucing, anjing dan sapi (Victoriano et al.,2009).

Menurut Subronto (2008), leptospirosis pada hewan, meskipun tersebar luas, kurang diperhitungkan sebagai penyebab penyakit utama untuk hewan-hewan asli di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada masa mendatang dapat dimungkinkan, leptospirosis pada manusia dan hewan akan lebih banyak ditemukan pada kawasan ini yang disebabkan karena import sapi atau babi dari daerah tropis

Secara Etiologi, leptospirosis disebabkan oleh genus Leptospira, ordo Spirochaetales. Leptospira terdiri dari dua spesies yakni L. interrogans yang bersifat pathogenik dan L. biflexa, yang lebih bersifat saprofitik. Kedua spesies tersebut terbagi dalam sejumlah serovar yang dibedakan dengan aglutinasi setelah absorbsi silang dengan antigen homolog. Jika pada saat uji ulangan terdapat lebih dari 10% titer homolog yang konsisten pada sekurang-kurangnya satu dari dua antisera maka dua strain tersebut dinyatakan sebagai dua serovar yang berlainan (Widarso et al., 2008).

Menurut Widarso et al (2008), leptospira berbentuk spiral dengan ukuran yang sangat kecil antara 0,1 µm x 0,6 µm sampai 0,1 µm x 20 µm, disertai dengan pilinan rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok seperti kait menyebabkan gerakannya sangat aktif seperti gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung. Masa hidup leptospira kurang lebih satu bulan di dalam air tawar, tetapi akan cepat mati dalam air laut, air selokan dan urin yang tidak diencerkan karena sifatnya yang peka terhadap asam.

Sedangkan menurut WHO (2003), leptospira merupakan bakteri aerob dengan suhu pertumbuhan optimum antara 28°C sampai 30°C. Leptospira memroduksi katalase dan oksidase dan dapat tumbuh dalam media yang diperkaya dengan vitamin B2, vitamin B12, asam lemak rantai panjang dan garam-garam ammonium.

Refference, antara lain:
Widarso, Gasem, H., Purba, W., Suharto, T. and Ganefa, S. (2008) Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Jakarta, Depkes RI
World Health Organization (WHO) (2011), Weekly Epidemiological Record, Geneva
Subronto (2008) Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mammalia), edisi ke 3, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
World Health Organization (WHO) (2003). Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillance and Control, International Leptospirosis Society, Malta : WHO

Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

 

Public Health Home » Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

posted on 24/10/2016 by KESMAS

Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Fungsi Kalsium Bagi Tubuh

Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi manusia. Fungsi kalsium dalam tubuh antara lain untuk metabolisme tubuh, penghubung antar saraf, kerja jantung, dan pergerakan otot.

Kebutuhan Kalsium Tubuh

Kalsium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kadar kalsium dalam tubuh berkisar antara  1,5-2%, dan 99%, dan berada pada tulang dalam bentuk hydroxylapatit [3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2]. Dalam tubun kita, sebaiknya kadar kalsium darah dipertahankanantara 10-15 mg/100 ml Dikarenakan berbagai faktor, deposisi kalsium dapat bervariasi sesuaiusia, yaitu dapat meningkat selama setengah masa hidup pertama dan menurun secara perlahan pada usia seterusnya.

Menurut beberapa hasil penelitian, setelah umur 20 tahun, tubuh manusia akan mulai mengalami kekurangan kalsium sebanyak 1% per tahun. Dan setelah umur 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut sebanyak 30%. Kehilangan akan mencapai 50% ketika mencapai umur 70 tahun dan seterusnya mengalami masalah kekurangan kalsium.

Sisa kalsium tubuh dapat berada dalam intra danekstraseluler, dimana kalsium ini berperanansangat vital dalam mengatur fungsi sel dan impuls syaraf. Selain itu kalsium merupakan bagian integral dalam mekanisme pembekuan darah. 

Angka Kecukupan Kalsium Rata-Rata yang Dianjurkan
(per orang per hari)

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium yang berasal dari makanan, akan sangat tergantung dari beberapa hal, antra lain proporsi relatif dari zat pengkilasi dalam makanan yangmenentukan jumlah kalsium yang akan diserap. Selain itu juga tergantung dari tingkat stimulasidari 25-OH vitamin D aktif terhadap alat-alat penyerap dalam mukosa intestin yang menentukan jumlah kalsium yang di ambil.

Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi kalsium tersebut mungkin tidak dapatdigunakan karena tingginya kadar oksalat atau pitat. Yang termasuk dalam jenis sayuran ini antra lain bayam, sawi , bit serta biji-bijian

Dengan adanya oksalat dalam makanan menyebabkan kalsium tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena terbentuknya garam-garam yang tidak larut. Hanya 30-50% kalsium dalam makanan yang biasa diserap. Kapasitas penyimpanan banyak menurun bersama usia dan lebih banyak pada pria dari pada wanita pada semua usia. Jumlah kalsium yang diekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium diserap dari diet dan tidak perlu menggambarkan total konsumsi. Misalnya, dengan intake antara 500-1200 mg kalsium (70 kg berat badan) secara normal diekskresikan melalui urin rata-rata sebanyak 80-250 mg, selebihnya di ekskresikan melalui keringat, kehamilan, feses dan laktasi 

Article Source:

Supariasa, I.D.N., Bakri, B. & Fajar, I. (2002)Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Linder, M.C. (1992) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, dengan Pemakaian Secara Klinis.Universitas Indonesia : UI­Press. Jakarta.

Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

 

Public Health Home » Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

by KESMAS

Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

Filed under PUBLIC HEALTH

0

Beberapa Manfaat Inisiasi Menyusu Dini    

Banyak penelitian yang menunjukkan manfaat menyusui dini, diantaranya hasil penelitian yang menunjukan hubungan antara saat kontak pertama ibu-bayi terhadap lama menyusui. Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini dan terjadi kontak kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama di susui

Sementara beberapa manfaat lain terkait inisiasi menyusu dini, antara lain dapat

Meningkatkan refleks menyusu bayiMeningkatkan perkembangan indraMenurunkan kejadian hipotermi, hipoglikemi dan asfiksiaMeningkatkan kekebalan tubuh bayiMeningkatkan refleks menyusu bayi

Meningkatkan refleks menyusu bayi
Menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga refleks yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks menghisap (Sucking refleks), refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Gerakan menghisap berkaitan dengan syaraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12. Gerakan menelan berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan tersebut salah satu upaya terpenting bagi individu untuk mempertahankan hidupnya. Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral, namun melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama.

Tanda-tanda kesiapan bayi untuk menyusu yaitu mengeluarkan suara kecil, menguap, meregang, adanya pergerakan mulut. Selanjutnya menggerakan tangan ke mulut, timbul refleks rooting, menggerakan kepala dan menangis sebagai isyarat menyusu dini. Dengan indra peraba, pencium, penglihatan, pendengaran, refleks bayi baru lahir bisa menemukan dan menyentuh payudara tanpa bantuan. Hal ini dapat merevitalisasi pencarian bayi terhadap payudara. Terdapat beberapa pendapat tentang kemampuan menghisap pada bayi. Menurut Roesli (2007) bayi menunjukan kesiapan untuk mulai menyusu setelah 30-40 menit setelah lahir. Sedangkan menurut Gupta (2007) refleks menghisap bayi timbul setelah 20-30 menit setelah lahir,.

Menurut hasil penelitian Dr. Lenard, bayi baru lahir setelah dikeringkan tanpa dibersihkan terlebih dahulu, diletakan di dekat putting susu ibunya segera setelah lahir, memiliki respon menyusu lebih baik. Apabila dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks menyusu akan hilang 50%, apalagi setelah dilahirkan dilakukan tindakan dan dipisahkan, maka refleks menyusu akan hilang 100%. Bayi yang tidak segera diberi kesempatan untuk menyusu refleksnya akan berkurang dengan cepat dan akan muncul kembali dalam kadar secukupnya dalam 40 jam kemudian. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal.

Perkembangan Indra (sensory inputs)
Menurut Masoara (2002), bayi baru lahir mempunyai kemampuan indra yang luar biasa, terdiri dari penciuman terhadap bau khas ibunya setelah melahirkan, penglihatan; karena bayi baru mengenal pola hitam putih, bayi akan mengenali putting dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya adalah indra pengecap: meskipun bayi hanya mentolelir rasa manis pada periode segera setelah lahir, bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat lahir suka menjilati jarinya sendiri. Indra pendengaran bayi sudah berkembang sejak dalam kandungan, dan suara ibunya adalah suara yang paling dikenalinya. Terakhir, indra perasa dengan sentuhan; sentuhan kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibunya adalah sensasi pertama yang memberi kehangatan dan rangsangan lainnya. Perkembangan indra ini diatur oleh central component yaitu otak bayi, dimana otak bayi baru lahir sudah siap untuk segera mengeksplorasi lingkungannya dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya. Kemampuan ini memungkinkan bayi secara dini dapat mencari dan menemukan putting susu ibu, jika dibiarkan terlalu lama bayi akan kehilangan kemampuan ini.

Meningkatkan kekebalan tubuh bayi
Peningkatan kekebalan ini terkait dengan fungsi kolostrum. Bayi akan mendapatkan kolostrum (Liquid Gold) untuk minuman pertama yang merupakan hadiah kehidupan (The gift of live). Meskipun volumenya sedikit, tetapi sangat baik untuk bayi baru lahir. Berikut beberapa fungsi kolostrum menurut berberapa sumber:

Kolostrum kaya akan vitamin A yang akan membantu menjaga kesehatan mata dan mencegah infeksi.Kolostrum mengandung banyak zat kekebalan aktif, antibody dan banyak protein protective. Zat kekebalan yang diterima bayi pertama kali akan melawan banyak infeksi. Hal ini akan membantu bayi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan akan membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan usus bayi dan mengefektifkan fungsinya (Roesli, 2008).Kolostrum akan merangsang pergerakan usus sehingga meconium akan segera dibersihkan dari usus. Hal ini akan membantu mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan kuning atau jaundice (WABA, 2007).

Selain itu kekebalan tersebut juga terkait dengan fungsi hormon oksitoksin. Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan massage uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Selain itu oksitosin akan merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya. Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara.

Refferensi, antara lain :
Gupta, A, 2007. Breastfeeding : The 1st Hour Save ONE Million Babies. Gold 07 Global online Lactation Discition; Roesli, U. 2007. Fakta Terkini tentang Inisiasi Menyusu; WABA, 2007. The 1st Hoer Save ONE Million Babies, Action Folder. World Breastfeeding Week; Masoara, S. MCN, 2002. Pelatihan Manajemen Laktasi, Perkumpulan Perinatologi Indonesia; Nelson, 2007. Ilmu Kesehatan Anak. EGC

Kurang Energi Protein

 

Public Health Home » Kurang Energi Protein 

by KESMAS

Kurang Energi Protein (KEP)

Filed under GIZI MASYARAKAT

1

Pengertian, Tipe, Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringansampai berat.   Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS (Depkes RI, 1997).Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dankombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman (2000).KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentukdefisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain Arisman (2004).

Almatsier (2004) mengatakan KEP adalah sindroma gabungan antara dua jenis kekurangan energi dan protein, dimana sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.

Beberapa tipe Kurang Energi Protein (KEP) dapat disebutkan, bahwa KEP atau gizi buruk pada tingkat ringan atau sedang, belum menunjukkan gejala sakit. Masih seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus. Sedangkan bagi KEP yang tingkat berat yang disertai dengan gejala klinis disebut marasmus atau kwashiorkor, dimasyarakat lebih dikenal sebagai “busung lapar”.

Pada keadaan yang berat ditemukan 2 tipe yaitu tipe marasmus dan tipe kwashiorkor, masing­masing dengan gejala yang khas, dengan kwashiorkor dan marasmik ditengah-tengahnya. Pada semua derajat maupun tipe KEP initerdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipenya. Klasifikasi KEP digunakan untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah dengan melihat derajat beratnya KEP, hingga dapatditentukan persentase gizi kurang dan berat di daerah tersebut (Pudjiadi, 2005).

Beberapa tipe KEP antara lain adalah sebagai berikut:

MarasmusMarasmus disebabkan olehkekurangan energi. Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang berarti wasting/merusak. Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena terlambat diberi makanan tambahan. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat pada kelompok sosial ekonomi rendah (Almatsier, 2004).

Marasmus adalah malnutrisi pada pasien yang menderita kehilangan lebih dari 10 % berat badan dengan tanda-tanda klinis berkurangnya simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan fisiologik. Tanpa terjadi nya cedera/kerusakan jaringan atau sepsis (Daldiyono dan Thaha, 1998).

Gejala klinis dari tipe KEP marasmus menurut Depkes RI : tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar), perut cekung, igagambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) serta diare kronik atau konstipasi/susah buang air.

KwashiorkorKwashiorkor umumnya terjadi pada pasien yang mengalami hipermetabolik sesaatmengalami cedera hebat atau sepsis berat bila terjadi edema di seluruh tubuh dan hipoalbuminemia.

Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih (Almatsier, 2004).

Adapun gejala klinis dari tipe KEP kwashiorkor adalah ; edema umumnya diseluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit, dan lunak ;wajah membulat dan sembab ; pandangan mata sayu ; rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok ; perubahan status mental, apatis dan rewel ; pembesaran hati ; otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk ; kelainan kulit berupa bercak merah muda yangmeluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (Crazy pavement dermatosis) dan sering disertai penyakit infeksi,umumnya akut serta anemia dan diare.

Marasmus-Kwashiorkor. Tipe marasmus-kwasiorkor  terjadi karena makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan normal. Pada tipe ini terjadi penurunan berat badan dibawah 60 % dari normal.

Gejala klinis dari tipe marasmus dan kwashiorkor adalah merupakan gabungan antara marasmus dan kwashiorkor yangdisertai oleh edema, dengan BB/U < 60 % baku Median WHO NCHS. Gambaran yang utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiorkor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah (Arisman, 2004).

Efek Timbal Terhadap Kesehatan

 

Public Health Home » Efek Timbal Terhadap Kesehatan

posted on 07/11/2016 by KESMAS

Efek Timbal Terhadap Kesehatan

Filed under KESEHATAN MASYARAKAT

0

Efek Pencemaran Timbal Terhadap Kesehatan

Diantara semua sistem pada organ tubuh, sistem syaraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam Pb.Pengamatan yang dilakukan pada pekerja tambang dan pengolahan timbal menunjukkan bahwa pengaruh dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan otak, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, sebagai akibat dari keracunan Pb adalah epilepsy, halusinasi, kerusakan pada otak besar.

Pemaparan Pb secara terus menerus melalui saluran pernafasan dapat mempengaruhi sistem haemapoistik. Salah satu akibat yang sering terjadi adalah anemia. Anemia yang berasal dari Pb tersebut merusak dan menyerang sel darah merah, memendekkan umur sel darah merah, menurunkan kadar retikulosit, meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah dan merusak sintesis heme.

Senyawa-senyawa Pb yang terlarut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh sistem tubuh, pada peredarannya, darah akan terus masuk keglomerulus yang merupakan bagian ginjal. Dalam glomerulus tersebut terjadi proses pemisahan akhir dari semua bahan yang dibawa oleh darah, apakah masih berguna bagi tubuh atau harus dibuang karena tidak diperlukan lagi. Dengan ikut sertanya senyawa timbal yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal.

Keracunan timbal yang parah menyebabkan ketidaksuburan, keguguran, bayi meninggal dalam kandungan, dan kematian bayi baru lahir. Sedangkan pada pria akan menyebabkan penurunan kemampuan reproduksi sperma. Organ lain yang dapat diserang karena keracunan timah hitam adalah jantung.

Jika telah terjadi keracunan timbal dalam tubuh, maka beberapa usaha pengobatan dapat dilakukan.Pengobatan keracunan timah hitam yang dikenal sampai saat ini adalah dengan memberikan CaNa2EDTA (calsium dinatrium etilen diamin tetra acetc acid). Sebelumnya dikenal pengobatan dengan memindahkan timbal kedalam jaringan lunak tulang. Gejala klinik dapat diatasi, tetapi tidak efektif untuk mengatasi kerusakan yang progresif akibat keracunan ini. Kombinasi dimerkapol dan CaNa2EDTA lebih efektif dalam meningkatkan ekresi timah hitam dalam urin dan menurunkan kadar timbal dalam urin dan menurunkan kadar timbal dalam darah.

Di pasaran, Na2EDTA tersedia dalam bentuk tablet 500 mg tetapi agak jarang dipakai karena sukar larut oleh saluran cerna. Selain itu tersedia dalam bentuk ampuls yaitu, larutan sebesar 25% CaNa2EDTA yang disuntikan secara intramusculair tiga kali sehari sebesar 25 mg/kg BB, dengan interval delapan jam.

Reference: Palar. H, 2004, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT RinekaCipta.Jakarta.

Incoming Search Terms:

pengobatan timbalpenyakit yang berkaitan dengan na dan pb

Tagged with  

Efek Pencemaran Timbal Efek Pencemaran Timbal Terhadap Kesehatan Efek Timbal Terhadap Kesehatan

3R Pengelolaan Sampah

 

Public Health Home » 3R dalam Pengelolaan Sampah

posted on 14/11/2016 by KESMAS

3R dalam Pengelolaan Sampah

Filed under KESEHATAN LINGKUNGAN

0

Pengertian 3R dalam Pengelolaan Sampah

Reuse : Penggunaan kembali barang yang telah digunakana untuk kepentingan yang sama, misalnya penggunaan kertas pada kegiatan administrasi di rumah sakit bisa digunakan kembali pada lembar kertas yang masih kosong atau belum digunakan.

Recycle : Bahan digunakan lagi untuk kegunaan yang lebih (recycle down = untuk kepentingan yang lebih rendah), seperti limbah cair dapat diolah kembali sehingga dapat digunakan untuk kegiatan menyiram tanaman rumah sakit.

Recovery : Proses pemulihan, misalnya obat-obatan yang tidak habis tidak dibuang begitu saja, karena obat adalah bahan kimia yang pembuangannya harus mengikuti aturan tata laksana pemusnahan bahan kimia.

Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru

 

Public Health Home » Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru

posted on 15/11/2016 by KESMAS

Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Paru

Filed under PUBLIC HEALTH

0

Penyebab dan Cara Penularan yang Penting pada Penyakit Tuberkulosis  Paru

Menurut laporan WHO tahun 2012,  prevalensi kasus penyakit tuberkulosis paru di Indonesia sebesar 289/100.000 penduduk. Terjadi kasus baru sebanyak 450.000 setiap tahun, dengan jumlah kematian sekitar 64.000/tahun. Data juga menunjukkan, angka insidensi kasus tuberkulosis paru BTA positif sekitar 189/100.000 penduduk.

Data diatas sejalan dengan rilis hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 (Depkes RI, 2011), yang menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis paru di Indonesia merupakan penyebab kematian ranking ketiga, setelah penyakit jantung dan penyakit saluran pernapasan akut.

Pengertian dan penyebab penyakit tuberkulosis  paru, menurut Schiffman (2011), merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman ”Mycobacterium Tuberculosis”. Bakteri tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan ke dalam paru, kemudian menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, melalui sistem limfa, melalui saluran pernafasan atau menyebar langsung kebagian tubuh lainnya. Senada, menurut Widoyono (2008), tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumberpenularan TB Paru adalah penderita tuberkulosis BTA positif, ketika batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet. Seseorang dapat terinfeksi ketika droplet terhirup ke dalam saluran pernafasan.

Memperhatikan begitu seriusnya dampak kesehatan masyarakat yang ditimbulkan penyakit TB paru, berikut beberapa informasi yang penting untuk kita ketahui seputar Penyakit Tuberkulosis  Paru

Bakteri Penyebab Penyakit Tuberkulosis  Paru

Bakteri tuberkulosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, tumbuh lambat dengan membelah diri setiap 18-24 jam pada suhu yang optimal. Bakteri ini hidup sebagai parasit intrasel sehingga pertahanan tubuh yang terpenting terhadap bakteri tersebut dilakukan oleh sistem imunitas seluler. Masa inkubasi penyakit TB paru, sejak terinfeksi lesi primer atau reaksi uji tuberkulin yang bermakna adalah 4-12 minggu. Risiko progresif menjadi tuberkulosis paru atau tuberkulosis di luar paru adalah 1-2 tahun setelah terinfeksi dan mungkin menetap sebagai infeksi laten (Amu, 2008).

Menurut Rieder et al. (2009), bakteri tuberkulosis terdapat dalam butir-butir percikan dahak yang disebut droplet nuclei dan melayang di udara untuk waktu yang lama sampai terhisap oleh orang atau mati dengan sendirinya kena sinar matahari langsung. Pada percobaan yang diplakukan pada binatang menunjukkan bahwa droplet nuclei dapat melalui bronkhiolus yang paling halus berukuran 2-3 mikron, sehingga diperkirakan jumlah bakteri yang dapat masuk ke alveolus dan menyebabkan penyakit tidak lebih dari satu kuman saja.

Menurut Depkes RI (2006), sumber penularan penyakit tuberkulosis paru dengan BTA positif, yang dapat menularkan kepada orang yang berada disekelilingnya, terutama kontak erat pada waktu batuk/bersin. Penderita menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet (dalam bentuk percikan dahak). Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan di udara pada suhu kamar. Percikan dahak yang mengandung bakteri tuberkulosis yang dibatukan keluar, dihirup oleh orang sehat melalui jalan nafas dan selanjutnya berkembang biak di paru-paru.

Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis  Paru

Pada perjalanannya bakteri ini banyak mengalami hambatan antara lain di hidung (terhambat oleh bulu hidung) dan lapisan lendir yang melapisi seluruh saluran pernafasan dari atas sampai ke kantong alveoli. Bila penderita baru pertama kali ketularan bakteri tuberkulosis ini, terjadilah suatu proses dalam tubuhnya (paru) yang disebut Primary Complex of Tuberculosis (PCT) yang terdiri dari focus di paru dimana terjadi eksudasi dari sel karena proses dimakannya bakteri tuberkulosis oleh sel macrophag  (Rieder et al., 2009).

Menurut Misnadiarly (2006), di negara dimana prevalensi tuberkulosis paru tinggi kebanyakan anak-anak sudah terinfeksi oleh tuberkulosis paru pada tahun-tahun pertama dari kehidupannya, namun yang kemudian menjadi penyakit tuberkulosis paru  hanya sedikit saja. Terdapat dua kemungkinan yang terjadi menyusul pembentukan Primary Complex of Tuberculosis (PCT)  ini, yaitu:

Dapat sembuh dengan sendirinya karena proses penutupan fokus primer oleh kapsul membran yang akhirnya akan terjadi perkapuran.Beberapa bakteri akan ikut terlepas ke dalam pembuluh darah dan dapat menginfeksi organ-organ yang terkena. Infeksi yang demikian ini di sebut Post Primary Tuberculosis (PPT) berupa infeksi pada paru, laring dan telinga tengah, kelenjar getah bening di leher, saluran pencernaan dan lubang dubur, saluran kemih, tulang dan sendi

Menurut Anna (2012), penularan tuberkulosis paru terjadi karena bakteri dikeluarkan dengan cara batuk atau bersin oleh penderita menjadi droplet nuclei (percikan dahak) dan terhirup masuk ke pernapasan. Daya penularan ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif (gradasi BTA), makin menular penderita tersebut. Secara epidemiologis, seorang penderita tuberkulosis paru positif dapat menularkan pada 10-15 orang setiap tahunnya. Sementara menurut Depkes RI (2011), seseorang yang tertular bakteri tuberkulosis disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya disebabkan oleh daya tahan tubuh yang rendah, karena gizi yang buruk dan infeksi HIV/AIDS.

Menurut Depkes RI (2011), di Indonesia, titik berat penanggulangan program tuberkulosis ditekankan pada penemuan penderita baru, dengan beberapa target seperti angka kesembuhan, angka kesalahan pemeriksaan laboratorium (error rate) yang kecil. Namun hal ini sulit tercapai, diantaranya karena  terjadinya tuberkulosis paru merupakan kasus yang multicausal.

Refference, antara lain: Achmadi, U.F., 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, UI- Press, Jakarta; Amu F.A, 2008. Hubungan Merokok dan Penyakit Tuberkulosis Paru. Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.5, pp 1 – 8, Oktober 2008, Jakarta; Depkes RI, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2, Cetakan I,  Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Rieder,H.L., Chiang, C.Y., Gie, R.P, Enarson, D.A., (2009). Crofton’s Clinical Tuberculosis.  Third edition. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, Teaching Aids at Low Cost, ed.  Oxford: Macmillan Education Ltd, Paris.; Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,Proyek Pengembangan, Pendidikan, Tenaga Kesehatan, Jakarta; Misnadiarly, 2006. Pemeriksaan Laboratorium : Tuberkulosis dan Mikrobakterium Atipik, Cetakan Pertama, PT. Dian Rakyat, Jakarta; Depkes RI, 2011. Perumahan dan Pemukiman. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011, Jakarta. Widoyono, 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Erlangga, Jakarta

Kriteria Status Gizi

 

Public Health Home » Kriteria Status Gizi

posted on 16/11/2016 by KESMAS

Kriteria Status Gizi

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Pengertian dan Kriteria Status Gizi

Beberapa pengertian status gizi menurut beberapa ahli sebagai berikut :

Keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih. Status gizi juga merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Almatsier, 2004).

Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis (Jahari, 2004).

Pada dasarnya pengertian gizi tidak terbatas hanya terkait dengan kesehatan tubuh seperti ketersediaan energi, fungsi membangun dan memelihara jaringan tubuh, perkembangan otak,kemampuan belajar dan produktivitas kerja. Masalah gizi saat ini erat terkait juga dengan kemampuan secara ekonomi dan kesejahteraan. 

Untuk menilai status gizi seseorang, dilakukan dengan pemantauan status giz, dengan salah satu metode yang digunakan dengan metode antropometri. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti asupan energi, protein, serta zat besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin.

Indikator berat badan sering dipilih dan digunakan untuk menentukan status gizi karena, selain karena tingkat kemudahan, juga karena murah.Pengukuran berat badan yang dilakukan berulang-ulang dapat menggambarkan pertumbuhan anak.

Pengukuran status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yangmendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi (Gibson, 1990)

Dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikutibertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan inimenurut umur dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur status gizi saat ini.

Gizi Buruk

Menurut Soekirman (2000) selain BB/U ada indikator status gizi yang juga sering digunakan, yaitu indikator berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB).Indikator BB/TB (wasting status) adalah merupakan indikator yang terbaik digunakan untuk menggambarkan status gizi saat kini jika umur yang akurat sulit diperoleh dan lebih sensitif serta spesifik sebagai indikator defisit massa tubuh yang dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam periode waktu yang cukup lama sebagai akibat kekurangan makan atau terserang penyakit infeksi.

Sedangkan standard pemantauan status giziumum digunakan dengan standar bakuantropometri WHO-NCHS – World Health Organization-National Center for Health Statistics, sebagai berikut:

Klasifikasi Status Gizi menurut WHO-NCHS

INDEK

STATUS GIZI

KETERANGAN

Berat Badan MenurutUmur (BB/U)

Gizi Lebih

Gizi Baik

Gizi KurangGizi Buruk

≥ 2 SD

-2 sampai + 2 SD < 2 sampai 3 SD < -3 SD

Tinggi BadanMenurut Umur (TB/U)

Normal

Pendek (Stunted)

-2 sampai + 2 SD

< -2 SD

Berat Badan MenurutTinggi Badan

(BB/TB)

Gemuk

Normal

Kurus (Wasted)Sangat kurus

≥ 2 SD

-2 sampai +2 SD
<-2 sampai 3 SD

< -3 SD

Interpretasi dari keadaan gizi anak dengan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB yang digunakan pada survei khusus, akan menjadikan kesimpulan bisa lebih tajam. Adapunkesimpulan dari penilaian indikator status gizi adalah sebagai berikut  (Soekirman, 2000).

a.  Jika BB/U dan TB/U rendah sedangkan BB/TB normal ;
kesimpulannya keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut mengalami masalah kronis, karena berat badan anak proporsional dengan tinggi badan.

b.  BB/U normal ; TB/U rendah; BB/TB lebih ; kesimpulannya anak
mengalami masalah gizi kronis dan pada saat ini menderita kegemukan (Overweight) karena berat badan lebih dari proporsional terhadap tinggi badan

c.   BB/U , TB/U dan BB/TB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat

dan kronis. Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik

d.  BB/U, TB/U dan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak
baik pada saat ini dan masa lalu

e.  BB/U rendah; TB/U normal; BB/TB rendah ; kesimpulannya anak
mengalami kurang gizi yang berat (kurus), keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya kurang proporsional terhadap Tinggi badannya karena tubuh anak jangkung

Article Source

Soekirman (2000). Ilmu gizi dan aplikasinya.Jakarta : Dirjen Pendidik Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.Gibson, R.S.,Ferguson,E.L & Lehrfeld,J., (1998) Complementary foods for infant feeding in developing countries : their nutrient adequacy and improvement.Almatsier,S. (2004) Prinsip dasar ilmu gizi.Jakarta: PT Gramed Pustaka Utama.

Miningkatkan Status Gizi dengan Zat Besi

 

Public Health Home » Meningkatkan Status Gizi dengan Zat Besi

by KESMAS

Meningkatkan Status Gizi dengan Zat Besi

Filed under GIZI MASYARAKAT

1

Pentingnya Zat Besi untuk Meningkatkan Status Gizi Balita

Status gizi dipengaruhi oleh PMT-P dan asupan energi, protein dan zat besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobine. Zat besi merupakan mikro mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 mg dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai fungsi esensial sebagai alat untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Selain itu besi (Fe) juga sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim didalam jaringan tubuh. Kebutuhan besi untuk anak usia 1-3 tahun adalah sebesar 8 mg/org/hr. Tulisan berikut diambail dari beberapa sumber seperti, Prinsip dasar ilmu giz oleh Almatsier (2004), dan Ilmu gizi klinis pada anak oleh Pudjiadi (2005).

Ada dua jenis besi yang berbeda di dalam makanan yaitu zat besi yang berasal dari hewan bentuknya adalah heme dan dari nabati bentuknya adalah nonheme. Zat besi yang berasal dari heme merupakan penyusun hemoglobin dan mioglobin. Bahan makanan yang mengandung besi heme adalah daging, ikan, unggas serta hasil olahannya. Penyerapan zat besi yang terkandung dalam makanan dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk kimianya. Penyerapan dipengaruhi oleh faktor yang membantu dan faktor penghambat (Almatsier, 2004).

Sedangkan keterkaitan antara zat besi dan vitamin C, bahwa vitamin merupakan faktor yang membantu penyerapan zat besi yang berasal dari makanan. Penambahan asam askorbat sekurang­kurangnya adalah 50 mg asam askorbat ke dalam makanan, baik dalam bentuk murni atau sayuran dan buah-buahan akan sangat membantu mempercepat penyerapan zat besi.

Defisiensi besi pada anak kebanyakan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang cepat, asupan makanan yang kurang mengandung zat besi, dan kehilangan darah yang banyak akibat adanya infestasi cacing. Selain itu etiologi defisiensi besi adalah akibat malabsorbsi, Kurang Energi Protein (KEP) dan pengeluaran besi yang berlebihan. Pada umumnya defisiensi besi terjadi pada anak yang memang telah ada dalam keadaan keseimbangan besi yang minimal sehingga gangguan yang ringan akan dapat menyebabkan keseimbangan besi yang negatif (Pudjiadi,2005).

Besi adalah mikromineral yang paling banyak dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam tubuh terdapat 2,5 sampai 4 gram besi (3000 sampai 5000 mg) dimana 2 sampai 2,5 gram terdapat dalam sel darah merah sebagai komponen pembentuk hemoglobin. Besi yang diekskresi oleh tubuh setiap hari hanya 1 mg. Dari jumlah besi yang terdapat pada tubuh orang sehat tersebut, 60% (1800-3000 mg) terdapat dalam eritrosit, 30% sebagai cadangan dan 20% berada dalam berbagai organ lainnya sebagai enzim dan lain-lain.

Secara kasar 1 % sel-sel darah merah berumur 120 hari, jadi sesudah itu sel-sel darah merah menjadi mati, dan diganti dengan yang baru atau didegradasi. Proses penggantian sel-sel darah merah lama dengan sel­sel darah merah yang baru disebut turnover. Setiap hari turnover zat besi berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus didapatkan dari makanan. Sebagian besar sebanyak 34 mg di dapat dari penghancuran sel-sel darah merah yang tua, kemudian disaring oleh tubuh agar dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel-sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dan penghancuran sel-sel darah merah tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air  kencing. Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal atau iron basal losses (Husaini, 1989).

Pedoman WHO Kualitas Udara Dalam Ruangan

 

Public Health Home » Pedoman WHO Kualitas Udara dalam Ruangan
 by KESMAS

Pedoman WHO Kualitas Udara dalam Ruangan

Filed under KESEHATAN LINGKUNGAN

0

Pedoman WHO Untuk Kontrol Kualitas Udara dalam Ruangan, terkait Kelembaban dan Jamur

Terdapat sebuah pedoman yang dikeluarkan WHO terkait kontrol kualitas udara dalam ruangan (WHO guidelines for indoor air quality : dampness and mould). Pedoman ini menurut kami penting sebagai referensi tupoksi rekan-rekan Sanitarian, misalnya untuk melengkapi referensi penyehatan rumah.

Berikut beberapa kuotasi yang diambilkan dari pedoman tersebut :

Sebagaimana diketahui, kita menghabiskan sebagian besar waktu, sepanjang hari, dalam ruangan : di rumah, kantor, sekolah, fasilitas kesehatan, atau tempat publik lainnya. Kualitas udara yang kita hirup di gedung-gedung merupakan faktor penentu penting dari kesehatan kita.

Polusi udara dalam ruangan karena faktor kelembaban, keberadaan mikroorganisme, merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Sekitar 1,5 juta kematian setiap tahun terkait dengan pembakaran bahan bakar padat dalam ruangan (seperti di dapur), yang sebagian besar terjadi di kalangan perempuan dan anak-anak di negara berpenghasilan rendah.

Pencemaran mikroba adalah elemen kunci terjadinya polusi udara dalam ruangan. Hal ini disebabkan oleh karena terdapat ribuan spesies bakteri dan jamur, tumbuh di dalam rumah ketika kelembaban optimal tersedia untuk pertumbuhan mereka.  Efek yang paling penting dari kondisi ini, berupa terjadinya peningkatan prevalensi gejala sakit pernafasan, alergi dan asma serta gangguan dari sistem kekebalan.

Cara yang paling penting untuk menghindari resiko yang merugikan kesehatan adalah pencegahan (atau minimisasi) kelembaban pada permukaan interior dan struktur bangunan, sehingga mampu meminimasi reseiko pertumbuhan mikroba.

Pengetahuan tentang kualitas udara dalam ruangan, dan kaitan eratnya dengan kesehatan serta faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas udara ruangan merupakan kunci untuk dipahami semua pihak, sehingga dapat diambil tindakan yang memungkinkan tindakan oleh pemangku kepentingan, termasuk pemilik bangunan, pengembang, pengguna dan penghuni – untuk menjaga udara dalam ruangan tetap bersih.

Pedoman WHO ini antara lain bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari risiko kesehatan akibat kelembaban, terkait dengan pertumbuhan mikroorganisme dan terjadinya kontaminasi dalam ruangan tertutup. Pedoman ini didasarkan pada tinjauan komprehensif dan evaluasi dari bukti ilmiah yang dikumpulkan oleh kelompok  ahli dari berbagai multidisiplin ilmu.

Masalah kualitas udara dalam ruangan diakui sebagai faktor risiko penting bagi kesehatan. Udara dalam ruangan juga penting karena populasi menghabiskan sebagian besar waktu di dalam bangunan.

Pencemaran mikroba melibatkan ratusan spesies bakteri dan jamur yang tumbuh di dalam ruangan ketika kelembaban cukup tersedia. Paparan mikroba kontaminan secara klinis dikaitkan dengan gejala penyakit pernapasan, alergi, asma dan reaksi imunologi .

Beberapa bukti menunjukkan peningkatan risiko rhinitis alergi dan asma. Beberapa studi intervensi juga menunjukkan bahwa perbaikan pada aspek kelembaban dapat mengurangi resiko kesehatan yang merugikan.

Setelah membaca pedoman ini, sesuatu yang mungkin tidak kita fokuskan selama ini, bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kelembanban dalam ruangan antara lain seperti kebocoran air, hujan, dan banjir, infiltrasi melalui selubung bangunan, bingkai logam pada jendela, pipa air berpendingin dari AC, dan lainnya. Kegiatan inspeksi yang teliti, jika memungkinkan diikuti pengukuran yang tepat dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kelembaban ruangan dan pertumbuhan mikroba. Hubungan antara kelembaban, paparan mikroba dan efek kesehatan dapat diukur secara tepat.

Pedoman ini secara garis besar berisi beberapa detail topik penting berikut :

Pedoman dan manajemen kualitas udara dalam ruanganKelembaban Bangunan dan pengaruhnya terhadap eksposur dalam ruangan untuk polutan biologi dan non-biologisFrekuensi kelembaban dalam ruanganPengaruh kelembaban pada kualitas lingkungan dalam ruanganKelembaban yang terkait polutan dalam ruanganKontrol  Kelembaban dan ventilasiSumber kelembabanJamur dan tungau sebagai indikator kualitas bangunanPeran ventilasiSistem ventilasiLingkungan eksternal dan sumber-sumber polusi yang berhubungan dengan ventilasiVentilasi dan penyebaran kontaminanKontrol terhadap kelembaban  dalam bangunanLangkah-langkah untuk melindungi kerusakan akibat kelembabanEfek  kesehatan yang berhubungan dengan kelembaban dan jamurUlasan bukti epidemiologiAspek Klinis pada  efek kesehatanMekanisme ToksikologiBukti terkait efek kesehatanEvaluasi terhadap risiko kesehatan pada manusia

Pedoman lengkap dapat rekan-rekan akses pada website WHO, dengan keyword sebagimana dimaksud.

Sanitarian and Public Health Info

Higiene Sanitasi Mencegah Infekso Nosokomial

 

Public Health Home » Higiene Sanitasi Mencegah Infeksi Nosokomial
by KESMAS

Higiene Sanitasi Mencegah Infeksi Nosokomial

Filed under KESEHATAN LINGKUNGAN

0

Upaya dan Tindakan Higiene Sanitasi untuk Mencegah Infeksi Nosokomial

Kita memahami pengertian sanitasi selama ini sebagai sebuah tindakan terkait dengan lingkungan, sementara higiene terkait dengan tindakan kesehatan secara personal. Berikut beberapa upaya terkait higiene dan sanitasi untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Terkait dengan hal tersebut, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian higiene dan sanitasi. Beberapa diantarany sebagai berikut:Sanitasi adalah suatu upaya pengawasan faktor-faktor lingkungan fisik manusia (ruang, peralatan-peralatan, dan lain-lain) yang mempunyai atau mungkin mempunyai pengaruh terhadap perkembangan fisik manusia, kesehatan maupun kelangsungan hidupnya (Siswanto, 2002).Higiene adalah kebersihan perorangan, secara kumunal didifinisikan pemeliharaan kesehatan masyarakat dengan penyediaan air bersih, sanitasi yang efisien, pemelihaaan rumah yang baik, dan lain-lain. Personal hygiene adalah kebersihan perorangan, tindakan perorangan yang dilakukan untuk memelihara kebersihan dirinya sendiri untuk menuju sehat (Hartono, 2002).Higiene adalah suatu ilmu tentang pengenalan, evaluasi, dan pengontrolan gangguan kesehatan dalam suatu lingkungan tertentu dengan tujuan agar dapat diperoleh taraf kesehatan yang maksimal (Setyawati, 2004).

Pemeliharan ruang bangun dan peralatan non medis yang baik dapat mencegah penularan penyakit yang ditularkan melalui udara seperti influenza, TBC, batuk-batuk, campak, dan melalui alat-alat non medis seperti: infeksi pada luka bakar, luka operasi. Lantai, dinding dan langit-langit harus selalu dijaga kebersihannya. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu sedapat mungkin dihindari. Dianjurkan untuk selalu menggunakan pembersihan cara basah dengan menggunakan kain pel yang tepat dengan antibiotik yang sesuai.

Sanitasi ruang bangun dan peralatan non medis dimaksudkan untuk menciptakan kondisi ruang dan konstruksi serta pengaturan peralatan non medis yang nyaman, bersih, dan sehat di lingkungan rumah sakit agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pasien, pengunjung dan karyawan rumah sakit disamping juga dapat memperkecil kemungkinan rusaknya sarana dan peralatan. Kondisi ruang dan konstruksi dipengaruhi oleh kualitas udara, keadaan bangunan dan pengaturan pengisian/penggunaan ruang. Bakteri dan virus dapat berada di udara ruang akibat pemeliharaan ruang dan bangun yang tidak memadai.

Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit dan mampu meminimalisasi kontaminasi silang, misalnya dari petugas kesehatan ke pasien, atau sebaliknya. Cuci tangan dianggap merupakan salah satu langkah yang paling penting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi. Beberapa hasil studi memperlihatkan kemungkinan besar penularan penyakit infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya dapat melalui tangan petugas. Banyak penelitian lain menyimpulkan bahwa kesehatan dan kebersihan tangan dapat mencegah penularan mikroorganisme dan mengurangi frekuensi infeksi nosokomial.

Menurut Tietjen (2004), selama bertahun ¬tahun, para perawat dan dokter secara bersungguh-sungguh mengkaji dan menulis mengenai masalah tersebut. Berbagai laporan telah mencatat efektifitas tindakan cuci tangan dan prosedur kesehatan dan kebersihan tangan lainnya dan mengungkapkan bahwa cuci tangan dan penggunaan sarung tangan adalah cara yang menghemat biaya untuk masalah infeksi nososkomial yang ditularkan oleh petugas kesehatan terus meningkat secara global.

Bentuk personal higiene sendiri menurut Setyawati (2004), diadakan dengan berbagai cara yaitu secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Secara promotif personal hygiene diupayakan melalui:

Pendidikan dan pelatihanPenjagaan kebersihan tubuh, penjagaan diri agar selalu sehat, dan tidak menjadi pembawa penyakit (carier)Pemakaian pakaian/APD yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dibebankanPemeriksaan awal sebelum tenaga kerja di pekerjakanPemeriksaan kesehatan secara berkala/periodik dan spesifikMenjauhkan diri dari adat kebiasaan yang tidak baik.

Refference:

Setyawati, L. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3). Kumpulan Makalah Hiperkes Keselamatan Kerja.Siswanto, H. 2002. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. JakartaHartono, A. 2002. Kamus Kesehatan . Penerbit Buku Kedokteran EGC. JakartaTietjen, L. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

 

Gizi Masyarakat

by KESMAS

Gizi Masyarakat

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Pengantar Gizi Masyarakat

Pengertian Gizi secaa umum adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

Tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat.

Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.

Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang.

Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

Penyakit Kerena Cacing Perut

 

Public Health Home » Penyakit Karena Cacing Perut

posted on 20/11/2016 by KESMAS

Penyakit Karena Cacing Perut

Filed under ASCARIS LUMBRICOIDES

0

Penyakit Karena Cacing Perut (Ascaris Lumbricoides)

Ascaris lumbricoides atau cacing perut manusia termasuk Nemathelminthes. Ciri-ciri nemathelminthes antara lain sebagai berikut :

Tubuh simetribilateral, bulat panjang (gilig) disebut cacing gilig

Memiliki saluran pencernaan

Dioceous (berumah dua) reproduksi seksual (jantan dan betina)

Memiliki rongga badan palsu Triploblastik Pseudoselomata

Kosmopolitan, ada yang parasit dan adapula yang hidup bebas

Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka hidup di rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan dan 22-35 cm untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides dapat berkembang biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya. Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelah dewasa,

Ascaris lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerap makanan disana, disamping tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang menderita kurang gizi karena makanan yang masuk diserap terus oleh Ascaris lumbricoides. Di Indonesia, penderita Askariasis didominasi oleh anak-anak. Penyebab penyakit ini bisa karena kurangnya pemakaian jamban keluarga dan kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.

Modul ini berisi segala hal yang berkaitan dengan Ascaris Lumbricoides, morfologi, cara penularan, perkembang biakan, pencegahan. Dan lain-lain.(Article Source by Lita Dwi Listyowati)

Kebutuhan Kalsium Tubuh

 

Public Health Home » Kebutuhan Kalsium Tubuh

Kebutuhan Kalsium Tubuh

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi manusia. Fungsi kalsium dalam tubuh antara lain untuk metabolisme tubuh, penghubung antar saraf, kerja jantung, dan pergerakan otot.

Kalsium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kadar kalsium dalam tubuh berkisar antara  1,5-2%, dan 99%, dan berada pada tulang dalam bentuk hydroxylapatit [3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2]. Dalam tubun kita, sebaiknya kadar kalsium darah dipertahankan antara 10-15 mg/100 ml Dikarenakan berbagai faktor, deposisi kalsium dapat bervariasi sesuai usia, yaitu dapat meningkat selama setengah masa hidup pertama dan menurun secara perlahan pada usia seterusnya.

Menurut beberapa hasil penelitian, setelah umur 20 tahun, tubuh manusia akan mulai mengalami kekurangan kalsium sebanyak 1% per tahun. Dan setelah umur 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut sebanyak 30%. Kehilangan akan mencapai 50% ketika mencapai umur 70 tahun dan seterusnya mengalami masalah kekurangan kalsium.

Sisa kalsium tubuh dapat berada dalam intra dan ekstraseluler, dimana kalsium ini berperanan sangat vital dalam mengatur fungsi sel dan impuls syaraf. Selain itu kalsium merupakan bagian integral dalam mekanisme pembekuan darah.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium yang berasal dari makanan, akan sangat tergantung dari beberapa hal, antra lain proporsi relatif dari zat pengkilasi dalam makanan yang menentukan jumlah kalsium yang akan diserap. Selain itu juga tergantung dari tingkat stimulasi dari 25-OH vitamin D aktif terhadap alat-alat penyerap dalam mukosa intestin yang menentukan jumlah kalsium yang di ambil.

Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi kalsium tersebut mungkin tidak dapat digunakan karena tingginya kadar oksalat atau pitat. Yang termasuk dalam jenis sayuran ini antra lain bayam, sawi , bit serta biji-bijian

Dengan adanya oksalat dalam makanan menyebabkan kalsium tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena terbentuknya garam-garam yang tidak larut. Hanya 30-50% kalsium dalam makanan yang biasa diserap. Kapasitas penyimpanan banyak menurun bersama usia dan lebih banyak pada pria dari pada wanita pada semua usia. Jumlah kalsium yang diekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium diserap dari diet dan tidak perlu menggambarkan total konsumsi. Misalnya, dengan intake antara 500-1200 mg kalsium (70 kg berat badan) secara normal diekskresikan melalui urin rata-rata sebanyak 80-250 mg, selebihnya di ekskresikan melalui keringat, kehamilan, feses dan laktasi

Article Source:

Supariasa, I.D.N., Bakri, B. & Fajar, I. (2002) Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Linder, M.C. (1992) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, dengan Pemakaian Secara Klinis. Universitas Indonesia : UI­Press. Jakarta

Penyeban Anemia Pada Bumil

Public Health Home » Penyebab Anemia Pada Bumil

posted on 21/11/2016 by KESMAS

Penyebab Anemia Pada Bumil

Filed under GIZI MASYARAKAT

Penyebab dan Penentuan Anemia Pada Ibu Hamil

Anemia adalah masalah maternal yang signifikan selama kehamilan. Kadar hemoglobin yang kurang dari 11 g/dL atau hematokrit yang kurang dari 33% hendaknya dievaluasi dan diterapi untuk menghindari transfusi darah dan komplikasinya.

Penyebab Anemia Bumil

Anemia ibu hamil merupakan kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya kadar Hb dalam darah ibu hamil, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Rendahnya kapasitas darah untuk membawa oksigen memicu kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan curah jantung. Jantung yang terus menerus dipacu bekerja keras dapat mengakibatkan gagal jantung dan komplikasi lain seperti pre eklamsia. Pada ibu hamil jenis anemia yang sering terjadi adalah anemia akibat defisiensi besi dan asam folat.

Selama kehamilan, volume darah meningkat sekitar 50% dan massa sel darah merah juga meningkat sekitar 25%. Hidremia ini akan menurunkan hematokrit meskipun sebenarnya tidak menggambarkan adanya anemia (Biswas, 1994). Oleh karena itu, digunakan istilah anemia fisiologis untuk menggambarkan penurunan konsentrasi hemoglobin yang terjadi selama kehamilan normal.

Menurut Wirakusumah (1999), anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin yang lebih rendah dari normal. Anemia gizi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat pula anemia yang diderita. Sedangkan menurut Husaini (1989), pengertian defisiensi zat besi tanpa anemia , yaitu selain cadangan zat besi juga di dalam plasma masih berkurang tetapi hemoglobin masih normal. Sementara anemia defiensi besi terjadi bila cadangan zat besi di dalam plasma dan hemoglobin kurang dari normal.

Penetapan kadar Hb yang dianjurkan WHO dilakukan dengan cara spektrofometer, menggunakan metode cyanmethaemoglobin, metode ini paling populer karena secara praktis mengukur seluruh hemoglobin. Prosedur akurat dan dapat diandalkan karena dapat memecah Hb menjadi salah satu komponen yang kadarnya ditentukan dengan jalan mencocokkan warnanya dengan standar yang telah diketahui pada kalorimeter fotoelektrik, atau dengan mengukur penyerapan pada spektofotometer. Keunggulan lainnya adalah standar yang digunakan tetap stabil untuk waktu lama.

Secara umum penyebab anemia defisiensi zat besi (Arisman, 2004) sebagai berikut:

Kehilangan darah secara kronis : Pada laki-laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat penyakit, kecelakaan atau akibat pengobatan suatu penyakit, sementara pada wanita terjadi kehilangan darah karena menstruasi setiap bulan. Kehilangan zat besi dapat juga disebabkan oleh infestasi parasit seperti cacing tambang, scistosoma dan trichuris trichiura.Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan yang tidak adekuat: Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan, disamping banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut tinggi dibandingkan dengan zat besi pada makanan dari sumber yang lain seperti sayur-sayuran. Penduduk di negara yang sedang berkembang sebagian besar belum mampu untuk makan makanan tersebut, ditambah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan teh) secara bersamaan pada waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.Peningkatan kebutuhan akan zat besi: Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui.

Ada tiga faktor penting yang menyebabkan orang menjadi anemia yaitu kehilangan darah karena perdarahan, pengrusakan sel darah merah dan produksi sel darah merah tidak cukup banyak. Dari ketiga faktor yang tersebut di atas yang merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah anemia yang disebabkan oleh faktor ketiga yaitu disebut sebagai anemia gizi. Anemia defisiensi besi adalah yang paling sering terjadi di masyarakat (Husaini, 1989).

Refference antara lain : Tarwoto & Wasnidar. 2007. Anemia pada ibu hamil. Trans Info Media;  Wirakusumah, E. 1999. Perencanaan menu anemia gizi besi. Trubus Agriwidya ;  Husaini, M.A. 1989. Study nutritional anemia an assesment of information complication for supporting and formulating national policy and program. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes ;  Arisman, M.B.  2004. Gizi dalam daur kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; •    Demaeyer . 1995. Pencegahan dan pengawasan anemia defisiensi besi ;  Biswas, M.K., 1994, Cardiac, Hematology, Pulmonary, Renal & Urinary Tract Disorders in Pregnancy.

MP Asi Blended Food


MP-ASI – Blended Food 

Kandungan Gizi, Bahan, dan Cara Pengolahan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Blended Food)

Blended Food merupakan makanan Pendamping ASI berbentuk serbuk berwarna normal, tidak mengandung bahan asing, tidak menggumpal dan beraroma. Secara konsistensi jenis ini jika dicampur dengan air matang akan membentuk bubur lembut yang tidak menggumpal dan dapat ditelan dengan mudah oleh bayi.

Secara teknis perbandingan jumlah air matang yang ditambahkan pada bubuk MP-ASI berkisar antara 3 : 1 sampai 4 : 1, 3). Sedangkan terkait rasa disesuaikan dengan rasa yang disukai bayi (seperti rasa pisang, madu dan vanilla) atau rasa lainnya sesuai selera yang dikehendaki, dengan cara menambahkan aroma (flavor). Namun penambahan tersebut tidak boleh mengubah bentuk dan konsistensi MP¬ASI.
Kandungan gizi per 100 gr MP-ASI ( Blended Food ) antara lain

MP-ASI

sebagai berikut :

Energi : Kandungan energi ditetapkan antara 360 – 460 kkal/100 gram, menghasilkan kepadatan energi 90 – 115 kkal/100gram bubur MP- ASI siap konsumsi. yang dimaksud dengan kepadatan energi adalah jumlah energi yang dihasilkan dari 100 gram produk siap konsumsi. Untuk menghasilkan konsistensi bubur yang baik untuk bayi usia 6 – 11 bulan, perbandingan bubuk instan dengan air matang adalah 1 : 3. Untuk menghasilkan 100 gram bubur MP-ASI dibutuhkan 25 gram bubuk instan ditambah dengan 75 gram air. Sedangkan kepadatan energi MP-ASI yang dianjurkan minimum sebesar 80, dengan nilai optimum 100 dan nilai maksimum 140 kkal/100 gram.Protein:  Kandungan protein sebesar 15 – 20 gram/100 gram. Nilai tersebut ditetapkan berdasarkan rekomendasi CAC minimum 15 gram. Batas maksimum ditentukan berdasarkan rekomendasi Joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation sebesar 4.5 gram/100 kkal. Dikarenakan jumlah energi maksimum MP-ASI yang dipersyaratkan adalah 460 kkal/100 gram, kadar protein maksimum = 4.5 gram/100 kkal x 460 kkal/1 00 gram = 20.7 gram/100 gram, maka ditetapkan kadar protein maksimum 20 gram/100 gram. Protein MP-ASI harus dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga selain jumlah protein harus juga diperhatikan mutu protein. Mutu protein MP-ASI ditetapkan tidak boleh kurang dari 70% mutu kasein. Mutu protein kasein sebagai nilai Protein Effciency Ratio (PER) sebesar 2,5 maka nilai PER MP-ASI sebagai minimum 70% dari 2,5 = 1.75, selain nilai PER, mutu protein terkecil asam amino esensial dalam MP-ASI dibandingkan dengan asam amino yang sama dalam kasein minimal 70%.Lemak: Kandungan Lemak ditentukan sebesar 10 gram-15 gram/100 gram MP-ASI. Lemak dalam MP-ASI berfungsi untuk meningkatkan nilai kepada energi. CAC/GL 08-1991 menentukan sumbangan lemak terhadap total energi sebesar 20% – 40%. Bila kandungan energi MP-ASI 360 kkal, maka kadar lemak berkisar 8 –16 gram/100 – 20 gram/100 gram, sehingga penetapan kadar lemak sebesar 10 – 15 gram sudah memenuhi ketentuan CAC/GL 08-1991. Kadar asam linoleat minimum 1,4 gram/100 gram MP-ASI didasarkan kepada ketentuan CAC/GL 08-1991 yaitu minimum 300 mg/100 kkal. Asam linoleat adalah bahan pembentuk DHA yang diperlukan untuk perkembangan sel otak bayi.Karbohidrat: Kandungan karbohidrat dalam bentuk pati merupakan komponen terbesar pada MP-ASI ini. Pati harus dalam bentuk mudah diserap dan mudah menghasilkan energi. Karbohidrat dalam bentuk gula (sukrosa) dibatasi sampai 15 gram/100 gram MP-ASI. Batas maksimum pemberian gula 15 gram/100 gram MP-ASI sudah cukup memberikan rasa manis dan tambahan energi. Serat makanan tidak boleh lebih dari 5 gram/100 gram MP -ASI. Jumlah serat yang terlalu banyak dapat mempengaruhi efisiensi penyerapan berbagai zat gizi.Vitamin dan Mineral: Kandungan Vitamin dan Mineral ditambahkan untuk mencapai kecukupan gizi bayi umur 6-1 1 bulan yang mengacu pada Angka Kecukupan Gizi (AKG). Jumlah vitamin dan mineral yang dipersyaratkan berkisar antara nilai terkecil yaitu 2/3 dari kecukupan gizi yang dianjurkan dan nilai tertinggi sesuai dengan angka kecukupan gizi. Penambahan vitamin (asam pantotenat) dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pemanfaatan mineral dalam tubuh. Jumlah yang dipersyaratkan mengacu pada CAC Codex Stan 72- 1981. Natrium diberikan untuk membatasi penggunaan garam yang berlebihan. Jumlah yang dipersyaratkan yaitu 400 mg, mengacu pada Codex Stain 72-1991. Jumlah mineral besi yang dipersyaratkan mempertimbangkan pula adanya masalah gizi di masyarakat dan jumlahnya mengacu spesipikasi teknis MP-ASI tahun 2002. Jumlah mineral seng yang dipersyaratkan disesuaikan dengan ratio seng terhadap besi = 1 : 2. Jumlah mineral kalsium terhadap fosfor didasarkan atas ratio 1.2 : 1 sampai dengan 2 : 1 sesuai dengan CAC Codex Stain 72-1 981.Air: Jumlah air yang di persyaratkan maksimal sebesar 4%. Ketentuan ini mengacu pada SNI 01-3842-1 995.

Beberapa bahan yang diperlukan untuk pembuatan MP-ASI ( Blended Food) ini antara lain

Beras sosoh yang berkualitas baik, sebelum diolah beras harus melalui tahapan pembersihan dan pemisahan bahan asing seperti pasir, gabah, dan lainnya.Kedelai kering yang berkualitas baik untuk pangan. Sebelum diolah, kedelai harus melalui tahap pembersihan dan pemisahan bahan asing misal: pasir, serangga, logam, dan lainnya, dengan kulit kedelai harus dibuang,Gula pasir (sukrosa) dari tebu atau bit yang berkualitas baik. Sebelum diolah, gula harus melalui tahap pembersihan.Minyak nabati, dapat berupa salah satu atau campuran dari minyak sawit, minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah. Minyak yang ditambahkan harus telah mengalami proses pemurnian. Dalam pemilihan minyak nabati perlu diperhatikan kadar asam linoleat, vitamin dan mineral yang ditambahkan adalah campuran vitamin dan mineral (premix) yang sesuai dengan spesifikasi teknis MP-ASI dan harus bebas mikroba pathogen. Bentuk senyawa vitamin dan mineral yang ditambahkan harus aman, bioavailability mineral tinggi dan biological activity vitamin tinggi,Bahan penyedap rasa dan aroma (flavour) yang ditambahkan dapat berupa vanilla, pisang, madu atau bahan lain yang dapat menambah daya terima MP-ASI. Bahan flavour tersebut dapat berupa bahan atau ekstrak alami atau bahan sintesis tetapi harus telah mendapatkan jaminan keamanan untuk produk pangan. Jika bahan flavour tidak dipanaskan selama proses pengolahan MP-ASI, maka bahan flavour harus bebas dari mikroba pathogen. Mino Sodium Glutamat (MSG) dan bubuk kokoa tidak boleh digunakan.

Untuk mendapatkan karakteristik produk yang dikehendaki, pengolahan MP¬ASI dilakukan melalui proses pengeringan silinder, yang terdiri dari tahap pemasakan, penggilingan dan pengeringan dengan silinder. Pemasakan dilakukan terhadap bahan beras, kedelai, minyak nabati dan gula sampai beras dan kedelai matang sempurna. Setelah itu dilakukan penggilingan sehingga dihasilkan bubur. Bubur selanjutnya dikeringkan dengan pengering silinder (suhu sekitar 140 – 150 0c) sehingga menjadi lembaran kering yang selanjutnya digiling dan diayak untuk mendapatkan ukuran partikel yang dikehendaki. Campuran vitamin, mineral dan penyedap rasa dan aroma (flavour) dapat ditambahkan saat pembuatan bubur atau pada hasil pengayakan penambahan tersebut tercampur sedemikian sehingga menghasilkan produk yang homogen,

Penting untuk diperhatikan, bahwa dalam keseluruhan tahapan pengolahan MP-ASI sampai pengemasan, prinsip-prinsip sanitasi dan cara produksi makanan yang baik harus diterapkan sehingga produk MP-ASI yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan.

(Referensi, antara lain Hasil Pertemuan Peningkatan Makanan Pendamping ASI Lokal. Puslitbang Gizi Bogor. Depkes RI. 2003)