Rabu, 23 November 2016

Menentukan Status Gizi

 

Public Health Home » Menentukan Status Gizi

posted on 12/08/2016 by KESMAS

Menentukan Status Gizi

Filed under GIZI MASYARAKAT

1

Status Gizi, Menentukan Keadaan Gizi dengan Penilaian Status Gizi

Status gizi adalah Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.Terdapat beberapa jenis teknik penilaian status gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung terbagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

Antropometri : Antropometri dapat berarti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan antropometri antara lain dengan penggunaan teknik Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif.Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.

Klinis : Teknik penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara klini. Pemeriksaan secra klinis penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala (Symptom) atau riwayat penyakit.

Biokimia : Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, jaringan otot, hati.

Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

Biofisik : Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Metode ini secara umum digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

Penilaian gizi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Survei Konsumsi Makanan : Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

Statistik Vital : Pengukuran status gizi dengan statistik vital dilakukan dengan menganalisis statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Teknik ini digunakan antra lain dengan mempertimbangkan berbagai macam indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

Faktor Ekologi : Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain – lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.

Bahaya Anemia Bagi Balita

 

Public Health Home » Bahaya Anemia Bagi Balita

posted on 10/11/2016 by KESMAS

Bahaya Anemia Bagi Balita

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Pengertian dan Bahaya Anemia Zat Besi Bagi Balita

Anemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok tertentu didasarkan atas umur dan jenis kelamin. Kadar haemoglobin pada Balita sebesar 11 gram %. Terdapat tiga tingkatan defisiensi besi, yaitu  (Gibson, 1990)  :Hilangnya Zat Besi (Iron Depletion). Pada tahap ini ditandai dengan pengurangan jumlah cadangan zat besi dalam hati. Tahap ini tingkat transport besi dan hemoglobin normal, tetapi hilangnya cadangan besi ditandai dengan turunnya konsentrasi serum feritin

Defisiensi Erythropoiesis besi (Iron-deficienterythropoesis): Pada tahap ini ditandai dengan habisnya seluruh cadangan besi. Akibatnya besi plasma yang mensuplai sel erytropoiesis menurun secara drastis, dan terjadi peningkatan transferin saturasi. Sebaliknya konsentrasi erytrosit protoporphyrin meningkat. Erytrosit protoporphyrin merupakan precursor dari hemee yang terakumulasi dalam sel darah merah ketika suplai zat besi tidak cukup untuk mensintesa hemee. Kadar hemoglobin sedikit menurun, tetapi umumnya masih pada keadaan normal selama erythropoisis berlangsung.

Anemia defisiensi besi (Iron-deficient anemia) Pada tahap akhir dari defisiensi besi disebabkan habisnya seluruh cadangan besi dan menurunnya sirkulasi besi yang ditandai dengan adanya mikrositik, hypo anemia. Tanda umum pada tahap ini adalah menurunnya hemoglobin dalam sel darah merah.

Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut Anemia kekurangan besi atau anemia gizi besi Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat disebabkan : kurangnya konsumsi makanan kaya besi, terutama yang berasal dari sumber hewani, kekurangan zat besi karena kebutuhan yang meningkat seperti pada kehamilan, masa tumbuh kembang dan pada penyakit infeksi (malaria dan penyakit kronis lainnya misalnya TBC), kehilangan zat besi yang antara lain karena infeksi cacing, tidak seimbangnya antara kebutuhan tubuh akan zat besi dibandingkan dengan penyerapan dari makanan.

Anemia defisiensi zat besi pada balita menyebabkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan sehingga tidak dapat mencapai tinggi yang optimal dan anak menjadi kurang cerdas juga mudah terkena penyakit infeksi karena daya tahan tubuh menurun. Efek atau akibat dari anemia pada balita adalah penurunan perilaku dan kognitif seperti rentan terhadap penyakit, cengeng, gangguan perkembangan motorik

Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

 

Public Health Home » Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

by KESMAS

Pentingnya Imunisasi Hepatitis B

Filed under PUBLIC HEALTH

2

Cara Penularaan dan Pentingnya Imunisasi Hepatitis B Untuk Anak Anda

Virus hepatitis B ditemukan di dalam cairan tubuh orang yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani. Bayi-bayi yang ibunya mempunyai hepatitis B mempunyai resiko yang tinggi untuk tertular penyakit tersebut pada saat dilahirkan.

Hepatitis B adalah penyakit yang serius yang dapat dijangkit seumur hidup. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang mempengaruhi hati. Bayi-bayi yang terjangkit penyakit ini mungkin hanya mempunyai gejala-gejala yang ringan, atau tidak mempunyai gejala sama sekali. Tetapi, banyak dari bayi-bayi ini yang terus menyimpan virus tersebut di dalam aliran darah mereka selama bertahun-tahun dan bisa menularkannya kepada orang lain. Sebanyak 25% dari penyebaran kuman hepatitis B bisa terkena kanker hati atau kerusakan pada hati di kemudian hari.

Sebagian besar orang yang terinfeksi virus hepatitis B tidak memperlihatkan gejala yang jelas. Menurut penelitian, satu diantara 10 penderita Virus Hepatitis B menjadi karier/pembawa  dan berpotensi  menularkannnya kepada orang lain. Sedangkan satu diantara penderita karier ini akan berkembang menjadi penyakit hepar yang serius, seperti sirosis dan karsinoma hepatoselular.

Hepatitis B dapat menular dengan beberapa cara berikut :

Dari ibu kepada bayinya pada proses persalinan. Hal ini pada umumnya terjadi ketika bayi terpapar oleh darah ibu, cairan amnion dan vagina. Usaha penting untuk mencegah hal ini dengan dilakukan imunisasi, beberapa saat setelah kelahiran.Melalui suntikan yang tidak aman dan transfusi darah.Dari anak-ke anakHubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terinfeksi.

Hasil penelitian menyebutkan, bahwa penularan dan infeksi virus hepatitis B paling serius dan efektif terjadi pada saat proses perinatal. Bayi yang terinfeksi selama proses kelahiran mempunyai 90% beresiko menjadi karier. Keadaan  ini tentunya akan meningkatkan resiko bayi tersebut untuk menderita penyakit hepar kronis, yang akan menyebabkan kematian premature. Walaupun demikian, imunisasi yang adekuat telah dapat mencegah berkembangnya status karier ini pada lebih dari 95% kasus, sehingga Depkes merekomendasikan bahwa setiap wanita hamil harus mendapatkan skrining antenatal untuk Virus Hepatitis B.

Pada wilayah endemik tinggi, resiko tertular hepatitis  B sebesar 60%, dengan sebagian besar infeksi terjadi pada saat kelahiran atau selama masa-masa awal pertumbuhan. Karena hampir semua infeksi hepatitis B yang terjadi pada masa kanak-kanak adalah asimtomatis, maka sulit  untuk mengenali kapan terjadinya penyakit akut sehingga  angka kejadian penyakit hati kronis dan kanker hati semakin tinggi.

Faktor determinan utama penyebaran perinatal hepatitis B adalah jika ditemukannya HBeAg pada wanita¬ wanita hamil. Ibu dengan HBsAg dan HBeAg positif, maka 70-90% bayinya akan terinfeksi jika tidak diberikan imunisasi pencegahan. Bayi yang baru lahir dengan negative HBeAg dari ibu yang positif HBsAg, mempunyai resiko terinfeksi sebesar 5-20% pada saat kelahiran, sedangkan bayi yang terlahir dari ibu yang positif HBsAg tetapi tidak terinfeksi saat kelahiran maka resiko penularannya akan meningkat pada masa-masa awal pertumbuhan dikarenakan adanya kontak didalam rumah dengan anggota keluarga lain yang sudah terinfeksi.

Epidemiologi Leptospirosis

 

Public Health Home » Epidemiologi Leptospirosis

posted on 13/11/2016 by KESMAS

Epidemiologi Leptospirosis

Filed under PUBLIC HEALTH

0

Epidemiologi dan Etiologi Leptospirosis

Secara definisi, leptospirosis atau dengan beberapa nama lain seperti hemorrhagic jaundice, mud fever, weil fever, swineherd disease atau canicola fever, merupakan salah satu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral dari genus Leptospira. Leptospirosis dapat menular secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia dan bersifat anthropozoonosis. Manusia dalam hal ini merupakan terminal atau dead end infeksi (Widarso et al., 2008).

Menurut perkiraan WHO (2011), setiap tahun terjadi lebih dari 500.000 kasus leptospirosis di seluruh dunia, dengan Case Fatality Rate (CFR) < 5% s/d 30%. Penduduk dengan risiko terbesar tertular leptospirosis adalah masyarakat yang tinggal di daerah kumuh perkotaan serta buruh tani dan peternak di daerah pedesaan. Secara signifikan, kejadian leptospirosis juga lebih sering terjadi pada daerah beriklim tropis dibandingkan daerah dengan iklim sedang. Leptospirosis ini juga bersifat musiman dengan puncak kasus terjadi pada musim hujan.

Ternak dan binatang liar dapat menjadi reservoir atau sumber penularan leptospirosis seperti tikus, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung dan insektivora seperti kelelawar, landak dan tupai. Sedangkan rubah dapat menjadi karier (Widarso et al., 2008).

Masih menurut WHO (2011), secara epidemiologi, leptospirosis tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi tertinggi menyerang petani dan masyarakat kumuh perkotaan. Kejadian leptospirosis berhubungan dengan faktor sosiokultural, pekerjaan dan lingkungan. Dampak terbesar terjadi pada daerah dengan sumber daya manusia yang rendah dengan iklim tropis dan sub tropis. Faktor risiko penyakit ini lebih tinggi pada daerah pedesaan karena karakteristik masyarakat bertani dan berternak dengan populasi ternak padat.

Di Indonesia, leptospirosis walaupun menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius tetapi masih kurang mendapat perhatian. Berdasarkan pengujian serologis, kemungkinan besar kasus disebabkan karena paparan reservoir hewan domestik seperti kucing, anjing dan sapi (Victoriano et al.,2009).

Menurut Subronto (2008), leptospirosis pada hewan, meskipun tersebar luas, kurang diperhitungkan sebagai penyebab penyakit utama untuk hewan-hewan asli di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada masa mendatang dapat dimungkinkan, leptospirosis pada manusia dan hewan akan lebih banyak ditemukan pada kawasan ini yang disebabkan karena import sapi atau babi dari daerah tropis

Secara Etiologi, leptospirosis disebabkan oleh genus Leptospira, ordo Spirochaetales. Leptospira terdiri dari dua spesies yakni L. interrogans yang bersifat pathogenik dan L. biflexa, yang lebih bersifat saprofitik. Kedua spesies tersebut terbagi dalam sejumlah serovar yang dibedakan dengan aglutinasi setelah absorbsi silang dengan antigen homolog. Jika pada saat uji ulangan terdapat lebih dari 10% titer homolog yang konsisten pada sekurang-kurangnya satu dari dua antisera maka dua strain tersebut dinyatakan sebagai dua serovar yang berlainan (Widarso et al., 2008).

Menurut Widarso et al (2008), leptospira berbentuk spiral dengan ukuran yang sangat kecil antara 0,1 µm x 0,6 µm sampai 0,1 µm x 20 µm, disertai dengan pilinan rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok seperti kait menyebabkan gerakannya sangat aktif seperti gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung. Masa hidup leptospira kurang lebih satu bulan di dalam air tawar, tetapi akan cepat mati dalam air laut, air selokan dan urin yang tidak diencerkan karena sifatnya yang peka terhadap asam.

Sedangkan menurut WHO (2003), leptospira merupakan bakteri aerob dengan suhu pertumbuhan optimum antara 28°C sampai 30°C. Leptospira memroduksi katalase dan oksidase dan dapat tumbuh dalam media yang diperkaya dengan vitamin B2, vitamin B12, asam lemak rantai panjang dan garam-garam ammonium.

Refference, antara lain:
Widarso, Gasem, H., Purba, W., Suharto, T. and Ganefa, S. (2008) Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Jakarta, Depkes RI
World Health Organization (WHO) (2011), Weekly Epidemiological Record, Geneva
Subronto (2008) Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mammalia), edisi ke 3, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press
World Health Organization (WHO) (2003). Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillance and Control, International Leptospirosis Society, Malta : WHO

Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

 

Public Health Home » Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

posted on 24/10/2016 by KESMAS

Pentingnya Kalsium Bagi Tubuh

Filed under GIZI MASYARAKAT

0

Fungsi Kalsium Bagi Tubuh

Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi manusia. Fungsi kalsium dalam tubuh antara lain untuk metabolisme tubuh, penghubung antar saraf, kerja jantung, dan pergerakan otot.

Kebutuhan Kalsium Tubuh

Kalsium merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kadar kalsium dalam tubuh berkisar antara  1,5-2%, dan 99%, dan berada pada tulang dalam bentuk hydroxylapatit [3Ca3(PO4)2.Ca(OH)2]. Dalam tubun kita, sebaiknya kadar kalsium darah dipertahankanantara 10-15 mg/100 ml Dikarenakan berbagai faktor, deposisi kalsium dapat bervariasi sesuaiusia, yaitu dapat meningkat selama setengah masa hidup pertama dan menurun secara perlahan pada usia seterusnya.

Menurut beberapa hasil penelitian, setelah umur 20 tahun, tubuh manusia akan mulai mengalami kekurangan kalsium sebanyak 1% per tahun. Dan setelah umur 50 tahun, jumlah kandungan kalsium dalam tubuh akan menyusut sebanyak 30%. Kehilangan akan mencapai 50% ketika mencapai umur 70 tahun dan seterusnya mengalami masalah kekurangan kalsium.

Sisa kalsium tubuh dapat berada dalam intra danekstraseluler, dimana kalsium ini berperanansangat vital dalam mengatur fungsi sel dan impuls syaraf. Selain itu kalsium merupakan bagian integral dalam mekanisme pembekuan darah. 

Angka Kecukupan Kalsium Rata-Rata yang Dianjurkan
(per orang per hari)

Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan kalsium yang berasal dari makanan, akan sangat tergantung dari beberapa hal, antra lain proporsi relatif dari zat pengkilasi dalam makanan yangmenentukan jumlah kalsium yang akan diserap. Selain itu juga tergantung dari tingkat stimulasidari 25-OH vitamin D aktif terhadap alat-alat penyerap dalam mukosa intestin yang menentukan jumlah kalsium yang di ambil.

Beberapa bahan makanan nabati dapat mengandung cukup banyak kalsium tetapi kalsium tersebut mungkin tidak dapatdigunakan karena tingginya kadar oksalat atau pitat. Yang termasuk dalam jenis sayuran ini antra lain bayam, sawi , bit serta biji-bijian

Dengan adanya oksalat dalam makanan menyebabkan kalsium tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan karena terbentuknya garam-garam yang tidak larut. Hanya 30-50% kalsium dalam makanan yang biasa diserap. Kapasitas penyimpanan banyak menurun bersama usia dan lebih banyak pada pria dari pada wanita pada semua usia. Jumlah kalsium yang diekskresi dalam urin merupakan refleksi dari sejumlah kalsium diserap dari diet dan tidak perlu menggambarkan total konsumsi. Misalnya, dengan intake antara 500-1200 mg kalsium (70 kg berat badan) secara normal diekskresikan melalui urin rata-rata sebanyak 80-250 mg, selebihnya di ekskresikan melalui keringat, kehamilan, feses dan laktasi 

Article Source:

Supariasa, I.D.N., Bakri, B. & Fajar, I. (2002)Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Linder, M.C. (1992) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme, dengan Pemakaian Secara Klinis.Universitas Indonesia : UI­Press. Jakarta.

Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

 

Public Health Home » Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

by KESMAS

Manfaat Inisiasi Menyusu Dini

Filed under PUBLIC HEALTH

0

Beberapa Manfaat Inisiasi Menyusu Dini    

Banyak penelitian yang menunjukkan manfaat menyusui dini, diantaranya hasil penelitian yang menunjukan hubungan antara saat kontak pertama ibu-bayi terhadap lama menyusui. Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini dan terjadi kontak kulit setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama di susui

Sementara beberapa manfaat lain terkait inisiasi menyusu dini, antara lain dapat

Meningkatkan refleks menyusu bayiMeningkatkan perkembangan indraMenurunkan kejadian hipotermi, hipoglikemi dan asfiksiaMeningkatkan kekebalan tubuh bayiMeningkatkan refleks menyusu bayi

Meningkatkan refleks menyusu bayi
Menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan antara tiga refleks yaitu refleks mencari (Rooting refleks), refleks menghisap (Sucking refleks), refleks menelan (Swallowing refleks) dan bernafas. Gerakan menghisap berkaitan dengan syaraf otak nervus ke-5, ke-7 dan ke-12. Gerakan menelan berkaitan dengan nervus ke-9 dan ke-10. Gerakan tersebut salah satu upaya terpenting bagi individu untuk mempertahankan hidupnya. Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral, namun melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama.

Tanda-tanda kesiapan bayi untuk menyusu yaitu mengeluarkan suara kecil, menguap, meregang, adanya pergerakan mulut. Selanjutnya menggerakan tangan ke mulut, timbul refleks rooting, menggerakan kepala dan menangis sebagai isyarat menyusu dini. Dengan indra peraba, pencium, penglihatan, pendengaran, refleks bayi baru lahir bisa menemukan dan menyentuh payudara tanpa bantuan. Hal ini dapat merevitalisasi pencarian bayi terhadap payudara. Terdapat beberapa pendapat tentang kemampuan menghisap pada bayi. Menurut Roesli (2007) bayi menunjukan kesiapan untuk mulai menyusu setelah 30-40 menit setelah lahir. Sedangkan menurut Gupta (2007) refleks menghisap bayi timbul setelah 20-30 menit setelah lahir,.

Menurut hasil penelitian Dr. Lenard, bayi baru lahir setelah dikeringkan tanpa dibersihkan terlebih dahulu, diletakan di dekat putting susu ibunya segera setelah lahir, memiliki respon menyusu lebih baik. Apabila dilakukan tindakan terlebih dahulu seperti ditimbang, diukur atau dimandikan, refleks menyusu akan hilang 50%, apalagi setelah dilahirkan dilakukan tindakan dan dipisahkan, maka refleks menyusu akan hilang 100%. Bayi yang tidak segera diberi kesempatan untuk menyusu refleksnya akan berkurang dengan cepat dan akan muncul kembali dalam kadar secukupnya dalam 40 jam kemudian. Dengan inisiasi menyusu dini akan mencegah terlewatnya refleks menyusu dan meningkatkan refleks menyusu secara optimal.

Perkembangan Indra (sensory inputs)
Menurut Masoara (2002), bayi baru lahir mempunyai kemampuan indra yang luar biasa, terdiri dari penciuman terhadap bau khas ibunya setelah melahirkan, penglihatan; karena bayi baru mengenal pola hitam putih, bayi akan mengenali putting dan wilayah areola ibunya karena warna gelapnya. Berikutnya adalah indra pengecap: meskipun bayi hanya mentolelir rasa manis pada periode segera setelah lahir, bayi mampu merasakan cairan amniotic yang melekat pada jari-jari tangannya, sehingga bayi pada saat lahir suka menjilati jarinya sendiri. Indra pendengaran bayi sudah berkembang sejak dalam kandungan, dan suara ibunya adalah suara yang paling dikenalinya. Terakhir, indra perasa dengan sentuhan; sentuhan kulit-ke-kulit antara bayi dengan ibunya adalah sensasi pertama yang memberi kehangatan dan rangsangan lainnya. Perkembangan indra ini diatur oleh central component yaitu otak bayi, dimana otak bayi baru lahir sudah siap untuk segera mengeksplorasi lingkungannya dan lingkungan yang paling dikenalnya adalah tubuh ibunya. Kemampuan ini memungkinkan bayi secara dini dapat mencari dan menemukan putting susu ibu, jika dibiarkan terlalu lama bayi akan kehilangan kemampuan ini.

Meningkatkan kekebalan tubuh bayi
Peningkatan kekebalan ini terkait dengan fungsi kolostrum. Bayi akan mendapatkan kolostrum (Liquid Gold) untuk minuman pertama yang merupakan hadiah kehidupan (The gift of live). Meskipun volumenya sedikit, tetapi sangat baik untuk bayi baru lahir. Berikut beberapa fungsi kolostrum menurut berberapa sumber:

Kolostrum kaya akan vitamin A yang akan membantu menjaga kesehatan mata dan mencegah infeksi.Kolostrum mengandung banyak zat kekebalan aktif, antibody dan banyak protein protective. Zat kekebalan yang diterima bayi pertama kali akan melawan banyak infeksi. Hal ini akan membantu bayi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan akan membuat lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan usus bayi dan mengefektifkan fungsinya (Roesli, 2008).Kolostrum akan merangsang pergerakan usus sehingga meconium akan segera dibersihkan dari usus. Hal ini akan membantu mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan kuning atau jaundice (WABA, 2007).

Selain itu kekebalan tersebut juga terkait dengan fungsi hormon oksitoksin. Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada putting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang penting. Selain itu gerakan kaki bayi pada saat merangkak di perut ibu akan membantu melakukan massage uterus untuk merangsang kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan uterus berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Selain itu oksitosin akan merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri, dan mencintai bayinya. Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari payudara.

Refferensi, antara lain :
Gupta, A, 2007. Breastfeeding : The 1st Hour Save ONE Million Babies. Gold 07 Global online Lactation Discition; Roesli, U. 2007. Fakta Terkini tentang Inisiasi Menyusu; WABA, 2007. The 1st Hoer Save ONE Million Babies, Action Folder. World Breastfeeding Week; Masoara, S. MCN, 2002. Pelatihan Manajemen Laktasi, Perkumpulan Perinatologi Indonesia; Nelson, 2007. Ilmu Kesehatan Anak. EGC

Kurang Energi Protein

 

Public Health Home » Kurang Energi Protein 

by KESMAS

Kurang Energi Protein (KEP)

Filed under GIZI MASYARAKAT

1

Pengertian, Tipe, Gejala Klinis Kurang Energi Protein (KEP)

Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringansampai berat.   Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS (Depkes RI, 1997).Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dankombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman (2000).KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentukdefisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain Arisman (2004).

Almatsier (2004) mengatakan KEP adalah sindroma gabungan antara dua jenis kekurangan energi dan protein, dimana sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.

Beberapa tipe Kurang Energi Protein (KEP) dapat disebutkan, bahwa KEP atau gizi buruk pada tingkat ringan atau sedang, belum menunjukkan gejala sakit. Masih seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus. Sedangkan bagi KEP yang tingkat berat yang disertai dengan gejala klinis disebut marasmus atau kwashiorkor, dimasyarakat lebih dikenal sebagai “busung lapar”.

Pada keadaan yang berat ditemukan 2 tipe yaitu tipe marasmus dan tipe kwashiorkor, masing­masing dengan gejala yang khas, dengan kwashiorkor dan marasmik ditengah-tengahnya. Pada semua derajat maupun tipe KEP initerdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipenya. Klasifikasi KEP digunakan untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah dengan melihat derajat beratnya KEP, hingga dapatditentukan persentase gizi kurang dan berat di daerah tersebut (Pudjiadi, 2005).

Beberapa tipe KEP antara lain adalah sebagai berikut:

MarasmusMarasmus disebabkan olehkekurangan energi. Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang berarti wasting/merusak. Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena terlambat diberi makanan tambahan. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat pada kelompok sosial ekonomi rendah (Almatsier, 2004).

Marasmus adalah malnutrisi pada pasien yang menderita kehilangan lebih dari 10 % berat badan dengan tanda-tanda klinis berkurangnya simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan fisiologik. Tanpa terjadi nya cedera/kerusakan jaringan atau sepsis (Daldiyono dan Thaha, 1998).

Gejala klinis dari tipe KEP marasmus menurut Depkes RI : tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar), perut cekung, igagambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) serta diare kronik atau konstipasi/susah buang air.

KwashiorkorKwashiorkor umumnya terjadi pada pasien yang mengalami hipermetabolik sesaatmengalami cedera hebat atau sepsis berat bila terjadi edema di seluruh tubuh dan hipoalbuminemia.

Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih (Almatsier, 2004).

Adapun gejala klinis dari tipe KEP kwashiorkor adalah ; edema umumnya diseluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit, dan lunak ;wajah membulat dan sembab ; pandangan mata sayu ; rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok ; perubahan status mental, apatis dan rewel ; pembesaran hati ; otot mengecil (hipotropi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk ; kelainan kulit berupa bercak merah muda yangmeluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (Crazy pavement dermatosis) dan sering disertai penyakit infeksi,umumnya akut serta anemia dan diare.

Marasmus-Kwashiorkor. Tipe marasmus-kwasiorkor  terjadi karena makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan normal. Pada tipe ini terjadi penurunan berat badan dibawah 60 % dari normal.

Gejala klinis dari tipe marasmus dan kwashiorkor adalah merupakan gabungan antara marasmus dan kwashiorkor yangdisertai oleh edema, dengan BB/U < 60 % baku Median WHO NCHS. Gambaran yang utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiorkor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah (Arisman, 2004).